search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Peran Pemangku Tidak Hanya Pemuput Upacara
Senin, 28 Mei 2007, 13:43 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Peranan pemangku sangat diharapkan bukan saja sebagai pemuput upacara agama, namun mampu memberikan pemahaman bagi umat dibidang keagamaan sesuai kemampuan masing-masing. Begitu juga bagi tukang banten setidaknya mampu memberikan penjelasan tentang makna dari setiap sarana banten yang dipersiapkan untuk suatu upacara. Demikian disampaikan Walikota Denpasar dalam sambutan yang dibacakan Asisten III Sekda Kota Denpasar, Dewa Semadi dalam pembukaan penataran pemangku dan tukang banten se-kota Denpasar, Senin (28/5) di Gedung Santi Graha.

Pemangku dan tukang banten memiliki peranan sangat penting dalam kelancaran suatu pelaksanaan upacara agama. Apalagi bagi kalangan masyarakat yang belum sepenuhnya memahami setiap upacara yang digelar. Untuk menambah wawasan para pemangku dan tukang banten Pemkot Denpasar selalu berupaya memberikan pencerahan melalui penataran.

Kegiatan semacam ini sangat strategis bagi pemangku dan tukang banten dalam upaya menambah wawasan dan bisa dijadikan saling tukar informasi sesama pemangku dan tukang banten. Ida Bagus Gede Wiyana selaku pembicara dihadapan 100 peserta mengungkapkan implikasi agama Hindu dengan kebudayaan terutama di Bali sangat pekat. Agama Hindu menyinari kebudayaan, sedangkan kebudayaan menopang aktivitas agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari. Artinya upacara-upacara agama Hindu dalam sarana keagamaannya dapat diwujudkan secara meriah yang penuh dengan arti dan simbolik. "Ini penting agar pendalaman umat dibidang keagamaan dan sarana upacara tidak simpang siur."

Disinilah muncul anggapan dikalangan mereka yang kurang memahami mengatakan bahwa agama Hindu adalah agama budaya. Sudah tentu anggapan seperti itu tidak benar dan perlu diluruskan. "Caranya tentu melalui para pemangku kita berharap bisa memberikan pemahaman bagi umat, selain berkewajiban mengantarkan suatu upacara agama." Harap IB. Wiyana.

Disisi lain menurut IB. Wiyana alam pikiran orang Bali yang notebenenya mayoritas agama Hindu bersifat fleksibel dan elastis yang mau menerima unsur-unsur pengaruh luar secara selektif untuk memperkaya dan memberikan warna tersendiri serta mengembangkannya menurut alam pikiran Bali. Pengaruh yang diterima itu tentunya sepanjang tidak bertentangan dengan sifat-sifat dan kepribadian masyarakat Bali.

Sementara itu Wayan Tapa dalam makalahnya berjudul Tradisi Makidung dalam Masyarakat Bali menegaskan makidung merupakan suatu proses pembelajaran. Disamping dalam makidung kita belajar matembang sekaligus bias menyimak isi atau makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini amat penting untuk mengetahui dan memahami filsafat agama maupun nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Menembangkan kidung sebagai wujud sradha bhakti dalam persembahan umat Hindu kepada Sang Pencipta. Dalam pelaksanaan upacara di Bali sastra kidung juga merupakan salah satu bagian Panca Pagenda yang diperlukan dalam upacara dewa yadnya. Selain itu teks sastra kidung yang banyak mengandung etika dan tata susila bias memberi pengaruh positif dalam perkembangan mental serta prilaku umat.

Reporter: bbn/gus



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami