search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengenal Virus COVID-19 Varian Delta, Berbahayakah?
Minggu, 25 Juli 2021, 18:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/Mengenal Virus COVID-19 Varian Delta

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

COVID-19 (Corona Virus Desease) mulai dilaporkan pertama kali pada tanggal 31 Desember 2019 di Tiongkok, dimana sekitar 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan sebuah pasar di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. WHO (World Health Organization – Organisasi kesehatan Dunia) kemudian mengumumkan COVID-19 ini menjadi pandemi dunia pada tanggal 11 Maret 20201.

Hingga Bulan Juli 2021 ini ,COVID-19 sudah menginfeksi 2,6 juta  penduduk dunia2. Berbagai varian virus COVID-19 ditemukan mulai dari varian Alfa, Beta, Gamma, Delta, Epsilon, Zeta, Eta, Theta, Lota dan Kappa. WHO menyebut Varian Delta, Beta, Alpha, dan Gamma sebagai varian yang menjadi perhatian (variant of concern/VoC). Sedangkan, sisanya dikategorikan sebagai varian yang diawasi (varian of interest/VoI)2.

Hasil studi tim peneliti gabungan dari WHO, London School of Hygiene and Tropical Medicine, dan Imperial College London menunjukkan, virus Corona Covid-19 varian Delta (B.1.617.2) punya tingkat penularan lebih tinggi 97% dibandingkan varian aslinya. Tingkat penularan itu sekaligus menjadi yang tertinggi dibandingkan varian baru Corona lainnya.

Adapun varian Alfa, Beta, dan Delta berkontribusi terhadap lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia pada saat ini. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengidentifikasi keberadaannya sejak awal Mei 20213.  Varian Delta  di Indonesia telah terdeteksi di beberapa wilayah. Pada pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) terhadap 70 sampel acak pasien COVID-19 di Kudus, Jawa Tengah setelah libur Idul Fitri 2021, ditemukan 82% sampel merupakan varian Delta4.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan terdapat kecendrungan  varian Delta menyerang anak di bawah usia 18 tahun. Berdasarkan riset Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), setidaknya 1 dari 8 kasus COVID-19 terjadi pada anak-anak. Terlepas dari kelompok usia mana yang paling rentan tertular varian Delta, perlu kita sadari bahwa semua kelompok usia dapat terinfeksi virus varian ini, sehingga kita harus lebih berhati-hati.

Penelitian oleh Sheikh et al pada pasien COVID-19 di Skotlandia mendapatkan varian Delta sebagian besar menginfeksi pasien usia lebih muda. Selain itu, pasien yang terinfeksi varian Delta berisiko 2 kali lebih besar membutuhkan rawat inap daripada varian alfa. Risiko ini semakin meningkat pada pasien dengan komorbiditas (penyakit penyerta)5. Berdasarkan berbagai studi yang ada sejauh ini, dapat kita simpulkan bahwa varian Delta lebih berbahaya daripada virus yang sebelumnya kita hadapi selama pandemi dan tak bisa dianggap sepele.

Gejala COVID-19 umumnya muncul pada periode masa inkubasi sekitar 2-14 hari setelah terpapar. Gejala COVID-19 varian Delta tidak jauh berbeda dengan  asalnya yakni demam, batuk kering, sesak, kehilangan penciuman dan perasa. Namun varian Delta membuat gejala-gejala tersebut menjadi lebih parah dan lebih sulit ditangani oleh tim medis. Hingga saat ini, penyebab mengapa virus Corona varian Delta sangat cepat menyebar dan lebih berbahaya masih belum diketahui. 

Menurut Kai Kupfearschmidt, dalam artikel berjudul "Delta Variant Triggers New Phase in the Pandemic" (Science, Vol. 372, 2021), menjelaskan fenomena tersebut terjadi karena Delta lebih mudah menular dibanding varian lain. Para ilmuwan yang dikutip dalam artikel itu mengatakan 50 persen, bahkan 100 persen dibanding versi asli dari Wuhan.11

Beberapa cara dapat dilakukan untuk menekan penyebaran covid 19 ini, salah satunya vaksin. Vaksin sejauh ini dikatakan efektif untuk mencegah perburukan klinis pada pasien yg terpapar Covid 19. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang telah mendapatkan 2 dosis vaksin COVID, seperti vaksin AstraZeneca dan vaksin Pfizer, memiliki antibodi yang cukup untuk melawan COVID-19 varian Delta. Vaksinasi dosis pertama hanya memberikan perlindungan terhadap varian Delta sebanyak 33%. Sementara perlindungan vaksin COVID-19 dosis lengkap terhadap varian Delta diketahui bisa mencapai 50–66%, 6,7.

Sebagai komparasi, studi oleh Public Health England (PHE) pada Juni lalu menemukan, 2 dosis vaksin Pfizer 96 persen efektif menurunkan angka rawat inap akibat infeksi varian Delta. Sedangkan 2 dosis vaksin AstraZeneca disebut 92% persen efektif menurunkan angka rawat inap akibat infeksi varian Delta8.

Selain vaksin Aztrazaneca, vaksin Sinovac juga banyak digunakan di Indonesia. Menurut penelitian di Chile, Sinovac memiliki efikasi sebesar 65,9% melawan virus covid 19 dan 87,5% mengurangi rawat inap 86,3serta % mencegah kematian. Namun untuk varian Delta, saat ini masih sedikit data yang ada tentang keefektivan Sinovac melawan varian Delta 10.

Selain vaksin, hal-hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah merebaknya virus COVID-19 varian Delta adalah dengan tetap menerapkan Protokol Kesehatan 5M  yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.9 Dengan menerapkan protokol 5M  ini diharapkan  dapat mencegah penularan dan penyebaran virus Corona di Indonesia sehingga lonjakan kasus COVID-19 di pertengahan tahun ini bisa menurun.

Ditulis oleh:

dr. Ayu Susiyanthi, S.Ked, RSUD Sanjiwani Gianyar
 

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami