Biaya Ngaben Pasien Ditolak 2 RS di Denpasar dari Dewan NTB
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kasus meninggalnya pasien Nengah Sariani (44) yang dilaporkan ke Polda Bali, lantaran ditolak menjalani perawatan di RS Wangaya dan RS Manuaba, belum ada titik terang.
Sementara pihak keluarga meminta keadilan dan mendesak Direktorat Reskrimsus Polda Bali agar segera mengusut tuntas. Hal ini untuk memberikan efek jera terhadap RS lainnya di Bali, agar tidak lagi menolak keberadaan pasien.
Seperti yang disampaikan Made Alit Putra (20) yang merupakan anak kedua dari Nengah Sariani-Kadek Suastama. Didampingi kuasa hukumnya, Made Alit mengaku sangat kecewa dan tidak terima atas perlakuan RS Wangaya dan RS Manuaba hingga ibunya meninggal. Seandainya ibunya mendapatkan pertolongan pertama bisa dipastikan ibunya lolos dari kematian.
Made Alit menceritakan saat mereka di kos di Jalan Wibisana nomor 42/8, Denpasar Barat, pada Sabtu 24 September 2022 sekira pukul 20.30 WITA, ibunya mengalami sakit batuk-batuk hingga mengeluarkan darah dari mulut dan hidung. Was-was melihat kondisi ibunya, Made Alit dan kakak perempuannya lantas membonceng korban ke RSUD Wangaya supaya lekas mendapatkan pertolongan medis.
"Ibu saya itu sakit batuk dari dulu, tetapi batuk biasa dan tidak menunjukan gejala penyakit berat. Ibu tidak pernah diperiksa di RS hanya resep obat di apotek. Kami memilih ke RS Wangaya karena kos lebih dekat dari Jalan Wibisana," beber Made Alit, pada Minggu 16 Oktober 2022.
Tiba di RS Wangaya, mereka bertemu petugas medis perempuan. Tapi petugas medis itu mengatakan IGD penuh dan tidak ada bed. Petugas tersebut menyarankan ibunya dibawa ke RS Manuaba.
"Saat itu saya sempat minta tolong untuk mendapatkan pertolongan pertama tapi ditolak," ujarnya.
Made Alit juga sempat memohon agar diberikan bantuan ambulans karena kebetulan mobil tersebut masih ada terparkir. Ia mengaku saat itu ibunya masih bisa bergerak meski dalam kondisi lemas tak berdaya.
"Ibu saya masih bisa bergerak meski kondisinya drop. Karena panik, saya dan kakak kembali membonceng ibu ke RS Manuaba," terangnya mengingat kejadian.
Begitu pula sesampainya di RS Manuaba, mereka mendapat pelayanan serupa. Petugas medis memeriksa ibunya saat masih duduk lemas di atas sepeda motor. Namun petugas medis tersebut malah menyarankan untuk dibawa ke RSUP Sanglah (sekarang RSUP Prof Ngoerah, Denpasar, red).
"Padahal kalau kami lihat, kondisi RS Manuaba sedang sepi tapi kenapa kami ditolak. Petugas medis juga tidak memberikan mobil ambulans tanpa alasan yang jelas," ungkapnya.
Di tengah berjuang menyembuhkan ibunya, Made Alit melihat kondisi kesehatan ibunya sudah sangat kritis. Tapi mereka tetap membawa ibunya ke RSUP Prof Ngoerah. Apa mau dikata, perjuangan Made Alit dan kakaknya gagal total.
Setibanya di RS terbesar di Bali itu ibunya dinyatakan sudah berpulang untuk selama-lamanya. Akhirnya, mayat korban dipulangkan ke kampung halaman di Desa Mayong, Kecamatan Seririt, Buleleng, untuk dikubur sebelum akhirnya diaben, pada Rabu 12 Oktober 2022.
Tak terima ibunya meninggal, Kadek Suastama (suami korban) langsung membuat laporan ke SPKT Polda Bali pada Selasa 4 Oktober 2022. Sebagai terlapor adalah pimpinan RS Wangaya dan RS Manuaba dan petugas medis yang menolak korban.
"Saya sebenarnya tidak terima dan tidak ikhlas dengan kejadian ini. Seandainya di RSUD Wangaya memberikan pertolongan pertama mungkin jalan ceritanya tidak demikian. Saya berharap agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi ke depan. Tidak ada lagi oknum seperti itu di RS," ujarnya didampingi dua penasihat hukumnya, Dewa Nyoman Wiesdya Danabrata Parsarana dan I Wayan Gede Mardika.
Sementara kuasa hukum menyatakan hingga kini Polda Bali belum ada perkembangan terkait laporan tersebut. Meski demikian, penyidik Polda Bali sudah melayangkan surat panggilan kepada Kadek Suastama untuk dimintai keterangan, pada Kamis 13 Oktober 2022. Tapi pelapor tak bisa hadir karena masih menggelar upacara di kampung halaman pasca pengabenan korban.
Dewa Nyoman Wiesdya mengaku sangat prihatin dengan kondisi keluarga korban. Di tengah situasi sulit itu tidak ada perhatian dari pemerintah di Bali. Malah bantuan datang dari salah seorang anggota DPRD Nusa Tenggara Barat untuk biaya ngaben.
"Kondisi ekonomi keluarga korban ini memprihatinkan. Sayangnya tidak ada perhatian dari pemerintah untuk meringankan beban mereka," tandasnya.
Keterangan berbeda, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan belum mendapatkan perkembangan penyelidikan kasus tersebut.
"Saya belum dapat perkembangannya. Senin (hari ini) saya koordinasi dengan Dit Reskrimsus ya," ujar Kombes Satake Bayu.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/bgl