search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kritik Kebijakan Larangan Air Minum Kemasan Kecil di Bali, GPS: Bisa Digugat
Rabu, 9 April 2025, 10:24 WITA Follow
image

bbn/Facebook/Kritik Kebijakan Larangan Air Minum Kemasan Kecil di Bali, GPS: Bisa Digugat.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Gubernur Bali Wayan Koster kembali menerbitkan kebijakan pengurangan sampah plastik melalui Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. 

Salah satu poin yang mencuri perhatian publik adalah pelarangan produksi air minum kemasan plastik sekali pakai yang berukuran kurang dari satu liter di wilayah Provinsi Bali.

Larangan ini berlaku untuk semua jenis kemasan, baik botol maupun gelas plastik, kecuali kemasan galon yang masih diperbolehkan untuk diproduksi.

“Setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari satu liter di wilayah Provinsi Bali,” tulis Koster dalam edaran tersebut.

Namun, kebijakan tersebut mendapat respons kritis dari sejumlah tokoh, salah satunya politisi senior asal Bali, I Gede Pasek Suardika. Melalui akun Facebook pribadinya pada Senin (7/4/2025), ia menyebut kebijakan ini berlebihan dan tidak menyentuh akar persoalan sampah.

“Melarang produk yang telah berizin dan membayar pajak di Republik ini adalah bentuk kesewenang-wenangan. Ketidakmampuan dalam mengatasi sampah lalu menyalahkan pihak lain adalah bukti ketidakmengertian menyelesaikan akar masalah,” tulisnya.

Lebih jauh, Pasek menilai bahwa plastik dari kemasan air mineral memiliki nilai ekonomis dan dapat didaur ulang. Ia mempertanyakan konsistensi penerapan aturan ini, mengingat masih banyak produk lain berbahan plastik seperti gula, beras, dan minuman sachet yang tetap beredar luas di pasaran.

“Dan jika produk tersebut telah berizin maka yang melarang bisa digugat,” tambahnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa pemerintah tidak terlebih dahulu memperkuat sistem penanganan sampah, termasuk mengerahkan tenaga kebersihan atau memperkuat edukasi masyarakat tentang daur ulang.

Politisi yang akrab disapa GPS itu bahkan menyarankan agar Pemprov Bali mencontoh penanganan sampah di daerah lain yang dinilainya lebih efektif tanpa perlu menerapkan larangan semacam ini.

“Kasihan pedagang minuman UMKM dan kaki lima makin terpuruk,” tandasnya, menyoroti potensi dampak ekonomi yang bisa dirasakan langsung oleh pelaku usaha kecil.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami