search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Harta Karun Zaman VOC Berserakan di Laut RI, Ini Lokasinya
Senin, 14 November 2022, 11:03 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Harta Karun Zaman VOC Berserakan di Laut RI, Ini Lokasinya

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Lagu lawas milik Koes Plus 'Kolam Susu' bukan isapan jempol belaka. Nyatanya, lautan Indonesia memang menyimpan banyak kekayaan. Tak hanya sumber daya alam ikan dan laut, maupun keanekaragaman hayati lainnya.

Tapi, di dasar laut Indonesia, juga berserakan harta karun yang nilainya bisa triliunan rupiah. Peninggalan bersejarah kapal-kapal yang melintasi laut Indonesia sejak zaman VOC.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Indonesia Harry Satrio mengatakan, harta karun tersembunyi di laut Indonesia lokasinya beragam. Dengan jumlah bervariasi.

Dia mengungkapkan beberapa titik lokasi yang berpotensi memiliki banyak harta karun, yang lokasinya tidak jauh dengan Singapura.

"Titik potensial 60 persen kepulauan Riau, 25 persen di laut Jawa," kata Harry.

Dia mengaku, saat ini tengah mengincar dua titik lokasi yakni di Selat Karimata dan wilayah Utara Belitung. Nilai hasil eksplorasi harta karun bawah laut bisa mencapai triliunan rupiah.

"Kepulauan Riau (Kepri) termasuk Bangka Belitung, Batam Bintan, Natuna, selat Karimata yang dulunya jalur sutera jalur perdagangan, dan laut Jawa," kata Harry.

Meski, imbuh dia, tidak mudah untuk mendapatkan harta Karun di tengah laut tersebut. Pasalnya kedalamannya mencapai puluhan meter. Apalagi jika mencarinya di laut lepas, bukan selat.

"Laut Jawa paling dalam 70 m, di kepulauan Riau maksimal 100 m. Jangan dibandingkan Banda, Maluku sana yang sampai ribuan meter, beda. Beda sama samudera Hindia bisa ribuan meter," ujar Harry.

Aktivitas pencarian harta karun di wilayah Kepulauan Riau sudah ada sejak dulu.

Di Kabupaten Bintan dari informasi yang telah dikumpulkan terdapat situs-situs bawah air seperti Karang Heluputan (Cuyang). Di situs ini sejak tahun 1986 telah dilakukan eksploitasi pengambilan tinggalan potensi cagar budaya bawah air oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri sendiri, baik secara legal maupun ilegal.

Sementara di Kabupaten Natuna, potensi cagar budaya bawah air ditemukan berdasarkan hasil survei cagar budaya bawah air. Di mana survei dilakukan di 3 lokasi yaitu Perairan Teluk Buton, Perairan Sepempang, dan Perairan Desa Kelarik.

Di perairan Teluk Buton, hasil survei cagar budaya bawah air hanya ditemukan pecahan keramik. Sedangkan di Perairan Sepempang hasil yang diperoleh adalah fragmen keramik dan botol.

Penemuan Harta Karun

Mengutip laporan Balai Pelesterian Cagar Budaya Provinsi Sumbar, Riau, dan Kepulauan Riau tahun 2015, 'harta karun' bawah laut tersebar di Pulau Linggar, Pulau Batam, Pulau Natuna, Pulau Anambas, dan Pulau Bintan yang merupakan bagian pantai Timur Sumatera.

Tercatat ada 63 kapal karam di kawasan Pantai Timur Sumatera tersebut milik VOC hingga EIC, juga kapal Portugis, Cina, Spanyol, dan Amerika.

Pada tahun 1980an, seorang pemburu harta karun bernama Michael Hatcher berhasil mengangkat kapal VOC tahun 1751 di perairan Heluputan, mengangkat 120.00 keping keramik dan emas dari dinasti Ching.

Pada 2005 juga ditemukan di lokasi yag sama 25 ribu keramik China, dan koin-koin berharga. Pada 1989, di Pulau Buaya Kepulauan Riau juga ditemukan 30 ribu keramik utuh dan logam berharga dari dinasti Song. Pada 2013-2014 juga ditemukan banyak pecahan keramik di dasar laut sekitar Natuna dan lainnya.

Izin Eksplorasi

Meski demikian, pemerintah sepertinya tak ingin begitu saja membebaskan eksploitasi harta karun bawah laut RI. Sebelumnya, pemerintah bahkan melarang eksplorasi lewat UU tentang Cagar Budaya tahun 2010.

Pemberian izin saat ini lewat izin pengangkatan benda bersejarah atau harta karun di dalam laut lewat Undang-Undang Cipta Kerja No 11/2020.

"Sekarang sudah ada aturan baru, sudah keluar boleh eksplorasi lagi. Cuma aturan mainnya beda. Ada PP (Peraturan Pemerintah) No 85/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," kata Harry.

"Pengusaha harus bayar retribusi Rp1,1 miliar per titik lokasi ke pemerintah, resmi PNBP. Dulu nggak, (cukup) daftar saja," pungkasnya.(sumber: cnbcindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami