search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Hasil G20 India Lebih 'Lembek' Hadapi Invasi Rusia Ketimbang G20 Bali
Selasa, 12 September 2023, 00:05 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Hasil G20 India Lebih 'Lembek' Hadapi Invasi Rusia Ketimbang G20 Bali

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di India dianggap menghasilkan deklarasi yang lebih lunak dalam menanggapi invasi Rusia di Ukraina, dibandingkan dengan pertemuan yang sama di Bali pada November 2022.

Dalam KTT pada 9-10 September kemarin, 20 pemimpin negara ekonomi maju di dunia ini memilih menggunakan istilah "sepakat untuk tidak merebut wilayah lain dan berupaya menuju perdamaian". Ini berbeda dengan deklarasi KTT G20 di Bali yang mengutuk keras agresi Rusia di Ukraina.

Mengutip The New York Times (NYT), deklarasi soal Ukraina kali ini muncul di poin ke delapan yang menyatakan, "Mengenai perang di Ukraina, sambil mengingat kembali diskusi di Bali", para pemimpin "menegaskan kembali posisi nasional kami dan resolusi yang diadopsi di Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB."

Tidak ada kalimat soal kecaman keras terhadap agresi Rusia di Ukraina seperti yang dinyatakan dalam pernyataan bersama tahun 2022. Tak ada pula seruan agar Rusia menarik pasukan dari Ukraina.

Dalam dokumen setebal 37 halaman ini, yang ada hanyalah seruan pengiriman makanan dan pupuk tanpa hambatan tanpa repot-repot menyebut "invasi Rusia".

"Kami menyoroti penderitaan manusia dan dampak negatif tambahan dari perang di Ukraina," demikian bunyi pernyataan yang dirilis pada Sabtu itu seperti dikutip NYT.

Sementara itu, dalam KTT G20 di Bali, pernyataan bersama para pemimpin negara soal invasi Rusia di Ukraina terletak di poin ke-3 deklarasi. Dalam paragraf tersebut para pemimpin negara sepakat mengatakan "menyesalkan dengan sedalam-dalamnya agresi yang dilakukan Federasi Rusia terhadap Ukraina dan menuntut penarikan penuh dan tanpa syarat dari wilayah Ukraina."

Dalam KTT G20 di Bali, deklarasi bersama juga menyebutkan bahwa "sebagian besar anggota mengutuk keras perang di Ukraina dan menekankan bahwa perang tersebut menyebabkan penderitaan besar bagi manusia dan memperburuk kerapuhan yang ada dalam perekonomian global, menghambat pertumbuhan, meningkatkan inflasi, mengganggu rantai pasokan, meningkatkan kerawanan energi dan pangan, serta meningkatkan risiko stabilitas keuangan."

Mengutip CNN, para pemimpin negara tampaknya berusaha menghindari perpecahan di dalam kelompok yang jelas bakal merusak kredibilitas G20 dan mempermalukan tuan rumah KTT, Perdana Menteri India Narendra Modi.

Empat diplomat yang terlibat dalam diskusi menggambarkan proses untuk mencapai deklarasi itu meninggalkan kekecewaan besar bagi para pendukung Ukraina.

Ukraina sendiri menyatakan deklarasi tersebut "tidak ada yang bisa dibanggakan."

Menurut para diplomat, sepanjang proses pembahasan tersebut, perwakilan dari Rusia dan China terus berupaya menghilangkan pernyataan yang lebih tegas mengenai invasi Kremlin.

Para diplomat yang terlibat mengatakan perselisihan mengenai Ukraina ini menjadi bagian paling rumit dalam diskusi G20, dengan beberapa versi rancangan pernyataan bahkan tidak memuat bahasa apa pun soal konflik dua negara pecahan Uni Soviet itu.

"Ini bukanlah pernyataan yang akan ditulis oleh G7 atau NATO," kata seorang pejabat Eropa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut.

Presiden Prancis Emmanuel Macron juga tampaknya mengakui bahwa deklarasi G20 kali ini tak begitu memuaskan.

"Mari kita akui bahwa G20 bukanlah forum untuk diskusi politik," kata Macron di New Delhi, sambil menyatakan bahwa G20 lebih cocok untuk pembicaraan ekonomi dan perubahan iklim.

Sementara itu, para pejabat Gedung Putih memuji deklarasi itu sebagai "konsekuensial" dan "belum pernah terjadi sebelumnya."

Sebab tanpa secara eksplisit menyinggung invasi Rusia, pernyataan bersama itu meyakinkan negara-negara netral seperti Brasil dan Afrika Selatan untuk sepakat dalam menjaga integritas wilayah dan menghentikan serangan terhadap infrastruktur.

Presiden AS Joe Biden juga menyebut deklarasi akhir itu bukannya mewakili "perbedaan" dengan negara-negara selatan. Sebaliknya, ia menilai deklarasi itu mewakili sikap keras kepala Rusia.

"Ini adalah masalah yang mengganggu dengan Rusia serta China yang hadir dan memiliki representatif," kata Biden saat konferensi pers.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami