search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kafe di Gianyar Pekerjakan Penyandang Disabilitas, Punya Cara Kerja Khusus
Sabtu, 3 Agustus 2024, 14:06 WITA Follow
image

bbn/Tempo.co/Kafe di Gianyar Pekerjakan Penyandang Disabilitas, Punya Cara Kerja Khusus.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Kafe di Gianyar ini tidak hanya menjajakan sajian menu, namun punya tujuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas sebagai tenaga kerjanya.

Adalah Piduh Charity Cafe yang berada di Jalan Yeh Pulu, Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar yang sempat viral karena semua pekerjanya orang berkebutuhan khusus, mulai dari autisme, cerebral palsy, sampai keterbelakangan mental. 

Pendiri Piduh Charity Cafe, Nyoman Sri Wahyuni, mengatakan bahwa kafe ini sengaja didirikan sebagai tempat pemberdayaan orang-orang berkebutuhan khusus dari Yayasan Widya Guna di Bali. Yayasan sosial ini membantu anak-anak berkebutuhan khusus memperoleh pelatihan dan pendidikan dari kecil hingga usia dewasa.

Beberapa anak di yayasan itu sudah berusia 20-an tahun sehingga dianggap perlu ditamatkan dari pendidikannya. Banyak anak lain yang ingin masuk ke yayasan tersebut menggantikan mereka. Namun, orang tua berharap anak-anak berkebutuhan khusus ini tetap bisa diberdayakan di yayasan seumur hidupnya. 

"Usia 20 tahun ke atas tidak bisa belajar terus (di yayasan), harus dibuatkan aktivitas. Orang lain seusia itu mestinya sudah bekerja, jadi kami buatkan program kerja di restoran," ujar Nyoman dikutip dari Tempo.co. 

Seorang relawan di yayasan, yang juga memiliki anak berkebutuhan khusus, memberikan arahan untuk membuat kafe yang bisa menampung orang-orang berkebutuhan khusus ini. Mereka memiliki banyak waktu selama pandemi untuk mematangkan konsep dan melatih karyawan. Akhirnya didirikanlah Piduh Charity Cafe pada 2023. 

Metode Kerja

Nyoman mengatakan ada sembilan karyawan berkebutuhan khusus di kafe ini yang ditugaskan sebagai juru masak, order processor, kasir, pembuat minuman, dan waiter. Cara kerja mereka berbeda karena kebanyakan dari mereka tidak bisa membaca dan menulis, juga tidak memiliki kemampuan konsep matematika. 

"Jadi, untuk bisa bekerja, misalnya memasak nasi goreng, semua pakai instruksi gambar. Pertama ambil wajan, di situ ada gambar orang mengambil wajan, dan dilanjutkan setiap step sampai nasi goreng jadi," ujar Nyoman. 

Bahan-bahan sudah disiapkan oleh tim preparation. Mereka ini juga orang berkebutuhan khusus, tetapi dengan kecerdasan seperti orang pada umumnya. Bahan-bahan yang sudah ditakar dimasukkan dalam boks yang dilengkapi dengan gambar sehingga memudahkan juru masak mengolahnya. 

Makanan dalam menu tidak banyak. Setiap hari mereka hanya menyediakan empat sampai lima menu makanan yang berbeda. Begitu juga minuman. 

Untuk memudahkan mereka yang bertugas sebagai waiter atau pelayan, setiap meja diberi nomor, juga kursinya. Tamu akan memesan dengan menggunakan nomor meja dan kursi, tidak bisa pindah karena itu bisa bikin pelayan bingung. 

Pelanggan yang siap memesan akan menekan bel untuk memanggil waiter, waiter lalu mengambil pesanan dan menletakkannya di bagian order processor, dari situ diarahkan ke juru masak. Setelah selesai, makanan kembali diberikan ke waiter melalui order processor dan memberikan ke pelanggan sesuai dengan nomor meja dan kursi. 

Kendala Operasional

Operasional Piduh Cafe diawasi oleh seorang manajer, Ni Kadek Suartini atau Kacu. Kacu mengaku kerap menemukan kendala di lapangan. Salah satu yang sering dialami adalah suasana hati atau mood karyawan yang berubah-ubah. 

"Kalau mood sudah jelek dari rumah, sampai di sini harus diredakan dulu supaya kerjanya bagus," ujar Kacu. Caranya, mereka diberikan ruang dan waktu untuk sendirian, lalu staf lain memberikan semangat. 

Selain itu, konsentrasi mereka juga mudah buyar. "Jika ada satu saja staf yang masuk, dan tamu sedang ramai, mereka akan kesusahan konsentrasi," dia menambahkan.

Jam kerja juga tidak terlalu lama. Karyawan bekerja dari pukul sembilan pagi, tetapi kafe baru buka pukul 10.00 dan pesanan terakhir diterima pukul 14.45. 

"Tidak bisa bekerja lama-lama karena anak down syndrome cepat capek, apalagi kalau umurnya sudah 30-an tahun, ada penurunan performa," ujar dia. 

Tumbuhkan Kemandirian

I Ketut Sadia, pendiri Yayasan Widya Guna mengatakan bahwa kafe ini didesain untuk mempersiapkan orang-orang berkebutuhan khusus ini menjalani hidup mandiri sampai hari tua mereka. Ketut Sadia juga tengah memikirkan tempat tinggal seperti asrama untuk hari tua mereka, dengan perawat dan kegiatan seperti berkebun yang bisa memotivasi mereka hidup lebih layak. 

"Harapannya mereka bisa mandiri, tapi tidak mungkin mandiri seperti orang normal, tetap butuh bantuan orang lain," ujar dia. (sumber: Tempo.co)

Editor: Robby

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami