Apakah Menyusui Membuat Perempuan Terganggu Dorongan Seksualnya?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Rina, seorang ibu berusia 29 tahun, baru saja melahirkan anak pertamanya. Setelah melahirkan, Rina mulai menyusui bayinya, dan pada minggu-minggu pertama, semuanya terasa berjalan normal. Namun, seiring berjalannya waktu, Rina mulai menyadari perubahan signifikan dalam kehidupannya, terutama dalam hal dorongan seksual. Suaminya, Budi, mulai mengungkapkan kekhawatirannya karena frekuensi hubungan intim mereka menurun drastis sejak kelahiran bayi mereka.
Baca juga:
Mengatasi Kebosanan Seksual
Rina sendiri merasa bingung dan khawatir, karena dia menyadari bahwa dorongan seksualnya benar-benar menurun, bahkan hampir tidak ada. Padahal, sebelum melahirkan, kehidupan seksual mereka sangat aktif. Rina merasa kelelahan karena menyusui setiap beberapa jam, dan emosinya lebih banyak terfokus pada bayi mereka. Meskipun dia mencintai suaminya, keinginan untuk berhubungan intim nyaris hilang.
Situasi ini membuat Rina bertanya-tanya, "Apakah ini normal? Apa yang terjadi pada tubuh saya?"
Kisah Rina adalah contoh yang sangat umum dialami banyak ibu menyusui. Setelah melahirkan, terutama saat laktasi dimulai, banyak wanita mengalami perubahan besar dalam dorongan seksual mereka. Penurunan libido selama menyusui dapat disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, mulai dari perubahan hormon hingga kelelahan fisik dan psikologis.
Salah satu faktor terbesar yang memengaruhi dorongan seksual selama masa laktasi adalah perubahan hormon dalam tubuh ibu. Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron, yang sebelumnya mendukung kehamilan dan memengaruhi gairah seksual, menurun drastis.
Pada saat yang sama, hormon prolaktin meningkat tajam. Prolaktin adalah hormon yang merangsang produksi ASI, dan memiliki efek alami untuk menekan dorongan seksual.
Selain prolaktin, hormon oksitosin juga memiliki peran penting.
Oksitosin, yang sering disebut sebagai "hormon cinta" atau "hormon ikatan," membantu memfasilitasi keluarnya ASI dan memperkuat ikatan antara ibu dan bayi.
Meskipun hormon ini memberikan perasaan nyaman dan damai, beberapa wanita merasakan bahwa oksitosin dapat menurunkan minat mereka terhadap aktivitas seksual, karena tubuh mereka lebih berfokus pada perawatan bayi.
Kelelahan fisik juga berdampak pada kehidupan seksual. Bagi ibu seperti Rina, kelelahan fisik adalah bagian besar dari kehidupan sehari-hari setelah melahirkan. Menyusui memerlukan energi yang signifikan, ditambah dengan perubahan pola tidur karena harus bangun setiap beberapa jam untuk memberi makan bayi.
Kurangnya tidur dan kelelahan fisik yang terus-menerus sering kali menjadi penyebab utama penurunan gairah seksual. Dalam kasus Rina, misalnya, setiap kali ia memiliki waktu luang, prioritasnya kemungkinan besar adalah beristirahat. Dorongan untuk berhubungan intim berkurang bukan karena dia tidak mencintai suaminya, tetapi karena tubuhnya lelah dan membutuhkan waktu untuk pulih.
Selain kelelahan, perubahan fisik yang dialami wanita setelah melahirkan juga dapat memengaruhi citra diri dan rasa percaya diri mereka. Payudara yang membengkak karena produksi ASI, nyeri atau ketidaknyamanan di area genital pasca melahirkan, serta perubahan bentuk tubuh secara keseluruhan bisa membuat beberapa wanita merasa kurang percaya diri.
Bagi sebagian besar ibu, termasuk Rina, hal ini dapat menurunkan dorongan untuk melakukan hubungan seksual karena mereka tidak merasa nyaman dengan tubuh mereka sendiri. Selain faktor fisik, ada juga faktor psikologis yang dapat memengaruhi dorongan seksual selama menyusui.
Kecemasan tentang menjadi ibu baru, perasaan tanggung jawab besar terhadap bayi, dan tekanan untuk menjadi "ibu yang sempurna" dapat memengaruhi kesehatan mental ibu.
Dalam kasus Rina, perhatian dan emosinya sebagian besar terserap oleh kebutuhan bayinya, yang menyebabkan ia merasa sulit untuk fokus pada hubungan intim dengan suaminya. Rina merasa bahwa seluruh energinya tercurah untuk bayi, dan sulit baginya untuk beralih dari peran sebagai ibu ke peran sebagai pasangan yang romantis.
Ini adalah dinamika umum yang dialami banyak ibu baru, dan penting untuk diingat bahwa perubahan ini sangat normal.
Apa yang bisa dilakukan? Setelah memahami penyebab penurunan dorongan seksual, penting bagi pasangan seperti Rina dan Budi untuk berkomunikasi secara terbuka tentang perubahan yang mereka alami. Kesabaran dan pengertian dari kedua belah pihak adalah kunci untuk menjaga hubungan tetap kuat selama masa laktasi ini.
Beberapa cara untuk menangani perubahan ini meliputi:
- Komunikasi Terbuka: Diskusikan perasaan dan kebutuhan masing-masing tanpa tekanan. Memahami bahwa perubahan ini bersifat sementara bisa membantu mengurangi kekhawatiran dan frustrasi.
- Fokus pada Koneksi Emosional: Pasangan bisa memperkuat hubungan emosional mereka dengan cara-cara yang tidak selalu bersifat fisik, seperti menghabiskan waktu berkualitas bersama atau berbicara dari hati ke hati.
- Waktu untuk Diri Sendiri: Meskipun sulit, mencoba menemukan waktu untuk merawat diri sendiri, beristirahat, dan memulihkan energi juga bisa membantu meningkatkan perasaan positif terhadap tubuh dan hubungan.
Kisah Rina adalah contoh nyata bagaimana laktasi dapat memengaruhi dorongan seksual seorang ibu. Perubahan hormon, kelelahan fisik, perubahan citra tubuh, serta tekanan psikologis semuanya berkontribusi pada penurunan libido selama masa menyusui.
Baca juga:
Mengevaluasi Orgasme Perempuan
Namun, dengan komunikasi yang baik, dukungan dari pasangan, serta pemahaman bahwa perubahan ini adalah normal dan sementara, pasangan dapat mengatasi tantangan ini dan menjaga hubungan mereka tetap kuat.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/oka