search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Alasan 700 Ribu Warga Israel Unjuk Rasa, Marah Besar ke Netanyahu
Selasa, 3 September 2024, 09:42 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Alasan 700 Ribu Warga Israel Unjuk Rasa, Marah Besar ke Netanyahu

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Ratusan ribu warga Israel berkumpul di ibu kota Tel Aviv pada Minggu (1/9) malam waktu setempat, berunjuk rasa menuntut pemerintah segera menyepakati gencatan senjata dan membebaskan sandera di Gaza.

Lebih dari 700 ribu warga Israel berunjuk rasa mengungkapkan kemarahannya ke pemerintah, setelah enam orang warga Israel yang disandera di Gaza, ditemukan tewas diduga dieksekusi oleh Hamas.

Enam jenazah atas nama Hersh Goldberg-Polin, Eden Yerushalmi, Ori Danino, Alex Lobanov, Carmel Gat, dan Almog Sarusi, ditemukan di sebuah terowongan di kota Rafah, Gaza selatan.

Hasil otopsi menemukan bahwa keenam orang sandera itu ditembak di kepala dan tubuh berkali-kali dalam jarak dekat, sekitar Kamis atau Jumat pagi pekan lalu.

Kabar tewasnya keenam sandera ini memicu kemarahan masyarakat Israel, terutama ditujukan ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena dianggap menghalangi kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera, demi alasan politik.

Dilansir Times of Israel, para demonstran menuntut Netanyahu menyepakati gencatan senjata dengan Hamas, demi membawa pulang sandera yang tersisa.

"Kami ingin mereka kembali hidup-hidup! Sekarang! Sekarang!" demikian tuntutan para pengunjuk rasa.

"Kami benar-benar yakin bahwa pemerintah membuat keputusan ini demi kepentingannya sendiri, bukan demi keselamatan para sandera. Oleh karena itu kami perlu memberi tahu mereka, hentikan!" kata seorang warga Tel Aviv, Shlomit Hacohen.

Kepala Federasi Buruh, Arnon Bar-David, mengumumkan aksi mogok nasional pada Senin (2/9) ini, atas kegagalan pemerintah menyepakai pembebasan sandera di Gaza.

"Kata kuncinya di sini adalah pengabaian para sandera, serta wilayah selatan dan utara negara itu, dan pengabaian ekonomi yang tidak dapat dipercaya," kata Bar-David.

Politisi oposisi juga mendesak masyarakat turun ke jalan dan mengambil bagian dalam demonstrasi.

"Mereka masih hidup, Netanyahu dan kabinet memutuskan untuk tidak menyelamatkan mereka. Masih ada sandera yang masiih hidup di sana, kesepakatan masih bisa dibuat. Netanyahu tidak melakukannya karena alasan politik," kata pemimpin oposisi, Yair Laid.

Sejauh ini diperkirakan 97 dari 251 orang yang disandera Hamas sejak 7 Oktober 2023 lalu, masih berada di Gaza.

Hamas membebaskan 105 warga sipil saat gencatan senjata pertama pada akhir November lalu, dan empat sandera dibebaskan sebelum itu.

Hingga kini perundingan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang dimediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat belum membuahkan hasil. Pekan lalu, perundingan berakhir buntu setelah Israel mengajukan syarat terbaru yang ditolak Hamas.

Israel mengajukan syarat kontrol penuh pada perbatasan Koridor Philadelphi antara Jalur Gaza dan Mesir, sementara Hamas menolaknya dan menegaskan pasukan Israel harus mundur secara penuh dari seluruh wilayah Gaza selama gencatan senjata. (sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami