search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Dasco Sebut PPN 12 Persen Hanya Dikenakan pada Barang Mewah
Jumat, 6 Desember 2024, 15:02 WITA Follow
image

beritabali/ist/Dasco Sebut PPN 12 Persen Hanya Dikenakan pada Barang Mewah.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen hanya berlaku untuk konsumen yang membeli barang-barang yang masuk dalam kategori mewah.

Hal itu, disampaikannya usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12).

"Yang pertama, untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah jadi secara selektif," kata Dasco, saat konferensi pers, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12). 

Lalu, berkaitan dengan barang-barang pokok dan pelayanan jasa yang bersentuhan dengan masyarakat tetap menggunakan aturan lama yakni PPN 11 persen.

"Kemudian yang kedua, barang-barang pokok dan berkaitan dengan pelayanan yang langsung menyentuh kepada masyarakat masih tetap akan diperlakukan pajak yang sekarang yaitu 11 persen," jelas dia.

Lebih lanjut, perihal usulan para anggota DPR RI soal penurunan pajak untuk kebutuhan pokok masih akan dikaji oleh Presiden. Prabowo akan memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani hari ini untuk membahas usulan tersebut.

"Ketiga, mengenai usulan teman-teman DPR bahwa ada penurunan pajak kepada kebutuhan-kebutuhan pokok yang langsung menyentuh kepada masyarakat Bapak Presiden tadi menjawab akan dipertimbangkan dan akan dikaji," ungkap Dasco.

"Mungkin dalam satu jam ini Pak Presiden meminta Menkeu dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal yang harus ditindaklanjuti," imbuh Dasco.

Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menyoroti kondisi UMKM saat ini yang belum baik-baik saja akibat beberapa hal. Lantaran banyak pelaku usaha mikro dan kecil yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19, juga terpukul akibat pelemahan daya beli masyarakat pada 2 tahun terakhir.

Ditambah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Ia khawatir rentetan peristiwa itu bakal semakin memukul UMKM, hingga membuatnya tutup usaha dan terjadi PHK besar-besaran.

"Banyak UMKM yang mengklaim turun omzet-nya hingga 60 persen. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat banyak UMKM gulung tikar dan menambah jumlah pengangguran," ujar Nailul kepada Liputan6.com, Rabu (4/12/2024).

"Terlebih tahun depan nampaknya akan naik tarif PPN menjadi 12 persen. Daya beli masyarakat akan lebih lama pulihnya," dia menegaskan. 

Menurut dia, kenaikan PPN 12 persen bakal menimbulkan efek berkepanjangan terhadap UMKM, hingga membuatnya sulit bertahan dari dinamika yang ada. 

"Bahkan dikhawatirkan akan memukul industri yang ber-impact kepada kemampuan UMKM untuk bertahan. Saya rasa dampaknya akan signifikan ke UMKM," kata Nailul. 

Terpisah, ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, UMKM bakal terkena imbas kenaikan PPN, lantaran kebijakan itu berpotensi menimbulkan gejolak sosial di tingkat konsumen, khususnya masyarakat ekonomi menengah. 

"Masyarakat kelas menengah yang akan paling merasakan dampaknya. Mereka akan lebih menderita akibat kebijakan ini," kata Achmad.

Menurut Achmad, meskipun masyarakat kelas bawah juga akan terpengaruh, mereka memiliki kemampuan untuk bertahan lebih baik dibandingkan kalangan menengah. Disebabkan oleh adanya bantuan sosial (bansos) yang sering diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos), di mana data penerima bansos tercatat dengan jelas.

Namun, lanjut Achmad, kalangan menengah tidak menerima bansos karena dianggap mampu secara ekonomi. Selain itu, data mereka tidak terdaftar di Kemensos, yang menyebabkan mereka tidak mendapat dukungan dari pemerintah.

"Meskipun gaji mereka naik 6,5 persen, mereka berharap bisa mempertahankan daya beli mereka. Namun, dengan kenaikan pajak 12 persen, kenaikan gaji tersebut menjadi tidak berarti," tutur Achmad. (sumber: liputan6.com)

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami