Cegah Sampah Masuk Hutan Mangrove, Perlu Pemasangan Jaring di Bendungan Tukad Mati
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Masalah sampah di kawasan hutan mangrove Desa Adat Tuban, Kuta, Badung menjadi perhatian serius.
Menurut Agus Diana, Sekretaris Kelompok Nelayan Wanasari, terdapat dua sumber utama sampah kiriman dari laut dan sungai.
Sampah ini menyebabkan tingkat kematian tinggi pada bibit mangrove berusia di bawah dua tahun.
“Sampah dari sungai, terutama Tukad Mati, mendominasi. Bendungan di Tukad Mati tidak memiliki jaring sampah, sehingga sampah seperti plastik, kayu, hingga barang besar seperti kulkas masuk ke hutan mangrove. Bibit yang baru ditanam kerap tersapu dan mati," jelasnya, beberapa hari lalu di Tuban, Badung.
Ia juga menambahkan, sampah laut biasanya datang saat musim angin timur. Hutan mangrove seluas 45 hektar di kawasan ini tak hanya menjadi kotor, tetapi juga terganggu pertumbuhannya.
"Sampah yang menumpuk di akar mangrove muda mendorongnya hingga tumbang. Sekitar 15-30 ribu bibit mangrove berusia muda sangat rentan terhadap kerusakan akibat sampah," cetusnya.
Dirinya menyebutkan sampah tidak hanya berupa plastik, tetapi juga limbah rumah tangga seperti ember, kasur, hingga barang besar.
Kelompok nelayan Wanasari dan relawan luar negeri rutin membersihkan sampah, mengumpulkan hingga beberapa karung per hari. Namun, Agus menegaskan perlunya solusi permanen, seperti pemasangan jaring sampah di bendungan Tukad Mati, untuk mencegah aliran sampah masuk ke hutan mangrove.
“Kalau ada jaring sampah di bendungan, pekerjaan kami akan jauh lebih mudah. Sampah ini tidak hanya merusak mangrove, tetapi juga mencemari lingkungan,” pungkasnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/aga