search
light_mode dark_mode
104 Sekah Puspa Disucikan di Karya Baligia Utama Puri Karangasem

Minggu, 13 Juli 2025, 06:48 WITA Follow
image

beritabali/ist/104 Sekah Puspa Disucikan di Karya Baligia Utama Puri Karangasem.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Dalam semangat bhakti mendalam kepada leluhur serta pelestarian warisan budaya spiritual Bali, Puri Agung Karangasem kembali menggelar Upacara Baligia Utama di kawasan sakral Taman Sukasada Ujung, Karangasem.

Rangkaian upacara suci ini mencapai puncaknya pada 20 hingga 23 Juli 2025, menjadi simbol penyucian atma leluhur menuju alam Siwa Loka. Upacara Baligia merupakan bagian dari Pitra Yadnya, bentuk tertinggi penghormatan kepada roh leluhur, yang menandai akhir dari proses penyucian unsur badan halus (Suksma Sarira) setelah prosesi Ngaben menyucikan badan kasar.

Berdasarkan ajaran suci dalam Lontar Baligya, tubuh manusia terdiri atas tiga unsur utama: Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Antahkarana Sarira. Melalui upacara Baligia ini sebagai langkah menyempurnakan perjalanan roh agar bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Dewa Pitara.

Tahun ini, Baligia Utama diikuti oleh 104 sekah puspa, termasuk 17 puspa Puri, di antaranya milik tokoh-tokoh besar seperti Prof. A.A. Agung Gede Putra Agung dan Anak Agung Istri Agung Raka Padmi. Karya agung ini diawali dari prosesi spiritual sejak akhir 2024, seperti Ngaku Ngagem, Bumi Sudha, Mendak Tirta, hingga mencapai puncak Utpeti pada 20 Juli 2025, di mana roh suci mulai meninggalkan alam dunia menuju kesucian abadi.

Dalam semangat bhakti mendalam kepada leluhur serta pelestarian warisan budaya spiritual Bali, Puri Agung Karangasem kembali menggelar Upacara Baligia Utama di kawasan sakral Taman Sukasada Ujung, Karangasem.

Rangkaian upacara suci ini mencapai puncaknya pada 20 hingga 23 Juli 2025, menjadi simbol penyucian atma leluhur menuju alam Siwa Loka. Upacara Baligia merupakan bagian dari Pitra Yadnya, bentuk tertinggi penghormatan kepada roh leluhur, yang menandai akhir dari proses penyucian unsur badan halus (Suksma Sarira) setelah prosesi Ngaben menyucikan badan kasar.

Berdasarkan ajaran suci dalam Lontar Baligya, tubuh manusia terdiri atas tiga unsur utama: Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Antahkarana Sarira. Melalui upacara Baligia ini sebagai langkah menyempurnakan perjalanan roh agar bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Dewa Pitara.

Tahun ini, Baligia Utama diikuti oleh 104 sekah puspa, termasuk 17 puspa Puri, di antaranya milik tokoh-tokoh besar seperti Prof. A.A. Agung Gede Putra Agung dan Anak Agung Istri Agung Raka Padmi. Karya agung ini diawali dari prosesi spiritual sejak akhir 2024, seperti Ngaku Ngagem, Bumi Sudha, Mendak Tirta, hingga mencapai puncak Utpeti pada 20 Juli 2025, di mana roh suci mulai meninggalkan alam dunia menuju kesucian abadi.

Sebanyak 100 sulinggih Siwa dan Buda dari berbagai penjuru Karangasem akan hadir dalam Resi Bojana pada 21 Juli, sebagai bentuk penghormatan dan ucapan terima kasih kepada para pedanda yang memuput yadnya. Dilanjutkan dengan prosesi Ngeliwet dan Setiti pada 22 Juli, hingga Nganyut atau pelepasan simbol-simbol suci (Artawingka) ke laut Ujung pada 23 Juli 2025, sebagai penutup karya.

"Baligia bukan hanya ritual, tetapi warisan budaya spiritual yang harus dijaga. Di dalamnya terkandung nilai-nilai kesucian, bakti, dan keseimbangan antara sekala dan niskala," ujar Anak Agung Bagus Parta Wijaya, Pengelingsir sekaligus Manggala Karya Baligia 2025.

Upacara ini juga memperlihatkan kekuatan kolaborasi antaretnis dan antaragama di Karangasem. Warga Braya Muslim di sekitar lokasi turut serta dalam menjaga kebersihan, keamanan, hingga menyediakan layanan kuliner di area Nista Mandala. Sebuah simbol kuat toleransi dan integrasi sosial yang telah diwariskan sejak masa kejayaan Kerajaan Karangasem.

Tak hanya sakral, Baligia juga menjadi ruang edukasi budaya dan regenerasi spiritual, melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan wewangunan, puspa lingga, hingga pementasan seni-seni ritual. Puri Agung Karangasem menjadikan momentum ini sebagai bagian dari pelestarian adat dan filosofi hidup Bali berbasis komunitas.

"Melalui Baligia Utama, keluarga besar dan masyarakat belajar tentang nilai kehidupan, tanggung jawab spiritual, dan makna terdalam dari menjadi manusia Bali sejati," tandas Anak Agung Bagus Parta Wijaya.

Sebanyak 100 sulinggih Siwa dan Buda dari berbagai penjuru Karangasem akan hadir dalam Resi Bojana pada 21 Juli, sebagai bentuk penghormatan dan ucapan terima kasih kepada para pedanda yang memuput yadnya. Dilanjutkan dengan prosesi Ngeliwet dan Setiti pada 22 Juli, hingga Nganyut atau pelepasan simbol-simbol suci (Artawingka) ke laut Ujung pada 23 Juli 2025, sebagai penutup karya.

"Baligia bukan hanya ritual, tetapi warisan budaya spiritual yang harus dijaga. Di dalamnya terkandung nilai-nilai kesucian, bakti, dan keseimbangan antara sekala dan niskala," ujar Anak Agung Bagus Parta Wijaya, Pengelingsir sekaligus Manggala Karya Baligia 2025.

Upacara ini juga memperlihatkan kekuatan kolaborasi antaretnis dan antaragama di Karangasem. Warga Braya Muslim di sekitar lokasi turut serta dalam menjaga kebersihan, keamanan, hingga menyediakan layanan kuliner di area Nista Mandala. Sebuah simbol kuat toleransi dan integrasi sosial yang telah diwariskan sejak masa kejayaan Kerajaan Karangasem.

Tak hanya sakral, Baligia juga menjadi ruang edukasi budaya dan regenerasi spiritual, melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan wewangunan, puspa lingga, hingga pementasan seni-seni ritual. Puri Agung Karangasem menjadikan momentum ini sebagai bagian dari pelestarian adat dan filosofi hidup Bali berbasis komunitas.

"Melalui Baligia Utama, keluarga besar dan masyarakat belajar tentang nilai kehidupan, tanggung jawab spiritual, dan makna terdalam dari menjadi manusia Bali sejati," tandas Anak Agung Bagus Parta Wijaya.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami