search
light_mode dark_mode
Akses Buku Minim, Anak Pelosok Bali Terancam Krisis Literasi

Rabu, 23 Juli 2025, 12:14 WITA Follow
image

beritabali/ist/Akses Buku Minim, Anak Pelosok Bali Terancam Krisis Literasi.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Penggiat Literasi dan Kebudayaan Bali, I Komang Sukayasa, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi literasi anak-anak di pelosok Bali yang masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses buku dan bahan bacaan layak.

Dalam kegiatan literasi di Kuta, Badung, Selasa (22/7/2025), Sukayasa menyampaikan bahwa masih banyak anak di wilayah terpencil yang harus menempuh jarak jauh hanya untuk mendapatkan buku.

“Banyak anak di pelosok harus menempuh jarak jauh untuk mendapatkan buku. Di Karangasem saja, tidak ada toko buku. Harus ke Denpasar untuk membeli,” ujarnya.

Ia juga menyoroti kondisi perpustakaan sekolah di pelosok yang sulit memperbarui koleksi buku karena terbatasnya anggaran dan tantangan distribusi. Menurutnya, program perpustakaan keliling yang pernah ada perlu dihidupkan kembali dengan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi geografis Bali.

“Perpustakaan keliling pernah ada, tapi tidak bisa menjangkau daerah perbukitan. Mudah-mudahan ke depan bisa dioptimalkan,” harap Sukayasa.

Ia menegaskan bahwa buku adalah kebutuhan mendasar, bukan hanya untuk anak-anak di kota, tetapi juga bagi mereka yang tinggal di pelosok, guna mendukung pendidikan dan masa depan mereka.

Buku Anak Berbahasa Bali Masih Minim

Selain isu keterbatasan akses, Sukayasa juga menyoroti minimnya buku anak berbahasa Bali yang beredar di tengah masyarakat. Menurutnya, pelestarian bahasa Bali harus dimulai sejak dini agar generasi muda tidak kehilangan identitas budaya mereka.

“Bahasa Bali adalah bahasa ibu. Kalau tidak kita tanamkan sejak kecil, akan terus tergerus. Banyak anak sekarang justru tidak bisa berbahasa Bali di rumah,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya kurasi buku anak, agar hanya cerita yang sesuai dan mendidik yang diberikan kepada anak-anak.

“Buku cerita anak harus bersih dari kekerasan. Harus diseleksi dulu sebelum dibagikan,” tegasnya.

Sukayasa berharap akan muncul lebih banyak penulis lokal yang menghasilkan karya anak-anak dalam bahasa Bali, karena buku berbahasa ibu adalah penjaga jati diri budaya Bali di tengah arus globalisasi.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/aga



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami