Protes penggunaan sepeda
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Korban lumpur Lapindo Porong, Jawa Timur menggelar aksi demo di areal Kampong Forum Masyarakat Sipil (CSF) Nusa Dua, sekitar 500 meter dari tempat acara UNFCCC berlangsung, Selasa (4/12).
Pendemo dan puluhan simpatisan korban Lumpur Lapindo, mula-mula menumpuk sejumlah sepeda berlabel Medco dengan posisi terbalik di tengah-tengah lapangan Kampong CSF. Selanjutnya sejumlah poster ditempelkan pada beberapa bagian sepeda itu.
Berbagai tulisan yang intinya menghujat, antara lain berbunyi "Sepeda Ini Tidak Dapat Mensucikan Dosa-dosa Medco", "Go to Hell Medco from Porong", dan lainnya.
"Kalau memakai sepeda ini berarti sama dengan menaiki para korban Lapindo," teriak Pitanto, salah seorang korban lumpur Lapindo.
Aksi unjuk rasa ini cukup menyedot perhatian dari ratusan kalangan LSM maupun masyarakat adat yang berlangsung hampir sekitar satu jam di tengah halaman di kampong CSF. Bahkan, beberapa sepeda yang masih baru itu nyaris terbakar ketika salah seorang pendemo membakar selembar koran yang ditaruh di atas sepeda tersebut.
Untungnya kobaran api tidak sampai melalap sepeda karena peserta demo yang lain langsung memadamkan apinya. Sepeda berlabel 'MedcoEnergi' ini adalah menjadi alat transportasi alternatif yang disediakan secara gratis panitia konferensi UNFCCC untuk keperluan para delegasi di sekitar kawasan Nusa Dua.
Medco sendiri adalah salah satu perusahaan pengeboran di Porong Sidoarjo.
Pitanto, salah seorang korban Lapindo mengisahkan derita selama di pengungsian di pasar Baru Porong. "Selama setahun, kami hanya ditanggung tiga kali nasi bungkus sehari," ujarnya.
Jumlah yang mengungsi sekitar 700 kepala keluarga (KK). Dari jumlah itu, banyak siswa SD/SMP yang harus terpencar jauh-jauh melanjutkan sekolahnya. Bahkan, ada 15 siswa SMA putus sekolah.
Sementara pendamping korban Lapoindo, Puring Waluyo mengatakan, saat ini jumlah desa yang sudah menjadi korban luapan Lumpur Lapindo mencapai tujuh desa, yakni Reno Kenongo, Siring, Jatirejo, Gempol Sari, Ketapang Pindi, Pajarakan, dan Kedung Bendo.
"Yang memprihatinkan, desa-desa baru yang terkena luapan Lumpur, sebelumnya tidak masuk ke dalam peta musibah yang ditetapkan sebelumnya. Akibatnya, pengaduan korban masyarakatnya tidak tertampung," ujar Puring.
Menurut Puring, saat ini genangan luapan lumpur sudah semakin meluas yakni mencapai 900 hektare. "Padahal pada Februari lalu, luas genangan baru mencapai 600 hektare," tutur Puring, yang mengaku sulit merinci berapa jumlah bangunan rumah penduduk termasuk bangunan pabrik yang sudah tenggelam. (sss).
Reporter: bbn/ctg