search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Vila Cucukan Milik Megawati Langgar Perda RTRW
Minggu, 12 Januari 2014, 21:38 WITA Follow
image

asiadreams.com/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Sebagian besar investor yang membangun fasilitas pariwisata seperti pembangunan hotel, vila dan hotel di Bali banyak yang melanggar Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali. Hal itu diungkapkan Ketua LSM Gerakan Solidaritas Sosial (Gasos) Bali Lanang Sudira. "Kami amati banyak investor yang membangun fasilitas, terutama yang berada di wilayah pantai dan sungai banyak yang melanggar sempadan," ujarnya di Denpasar, Minggu (12/1/2014).

Pria kelahiran Kabupaten Gianyar itu memberi contoh vila yang berdiri di Pantai Cucukan, Desa Kramas yang dimiliki mantan Presiden RI Megawati Soekarno Putri secara jelas telah melanggar sempadan pantai. "Jangan dijadikan alasan itu terjadi karena abrasi pantai. Tapi sebelum abrasi bangunan vila itu sudah melanggar RTRW. Seperti Vila yang berdiri di Pantai Cucukan, Desa Kramas dan pemiliknya adalah mantan Presiden RI tersebut," jelasnya.

Untuk itu, ia berharap kepada aparat agar berani bersikap dan menindak bagi investor yang membangun fasilitas pariwisata melanggar aturan. Siapa pun pemilihnya harus tegas menindaknya. "Aparat penegak hukum harus tegas menerapkan aturan tersebut. Jangan takut baru pejabat memiliki fasilitas itu. Ini negara hukum, siapa pun melanggar harus ditindak tegas. Semestinya kalau fasilitas itu milik pejabat justru harus taat agar menjadi teladan bagi investor lain. Malah ini sebaliknya," ucapnya
geram.
 
Menurut Lanang Sudira, dalam Perda Nomor 16 tahun 2009 tentang RTRW sudah tertuang ketentuan dan batas-batas pembangunan penunjang sektor pariwisata, seperti hotel dan vila yang belakangan ini terus berkembang di Pulau Bali. "Namun kenyataannya pemerintah provinsi, kabupaten dan kota tidak mampu menerapkan maksimal perda tersebut. Buktinya banyak hotel dan vila yang melanggar sempadan sungai maupun pantai," sindirnya.
     
Pembangunan hotel dan vila yang yang juga melanggar aturan sempadan yakni terjadi di Kabupaten Gianyar, seperti yang terjadi di sepanjang Sungai Ayung di wilayah Kedewatan, Ubud. "Disana kalau dari aturan sempadan sungai jelas sudah terjadi pelanggaran. Fasilitas yang dibangun sampai menyentuh bibir sungai. Tapi instansi terkait tidak bisa memberikan sanksi secara tegas. Bahkan mereka seakan tutup mata saja," tegasnya.


Melihat realita itu, Lanang Sudira mengungkapkan jika masyarakat luas sudah sangat curiga terhadap sikap aparat dalam menegakkan aturan telah disuap pihak investor. Semestinya aparat, kata Lanang Sudira harus mengecek bangunannya setelah jadi, walau sebelumnya sudah mengurus kelengkapan surat perizinan. "Kalau melanggar ketentuan harus dibongkar atau izin operasinya di stop. Tapi kenyataannya dibiarkan beroperasi, padahal sudah jelas-jelas mencaplok sempadan sungai," tandasnya.

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami