search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Menjadikan Taman Nasional Bali Barat Sebagai Model Pengembangan RFS
Jumat, 17 Januari 2014, 08:05 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Taman Nasional Bali Barat (TNBB) menjadi proyek percontohan pertama di Indonesia dalam implementasi Rain Forest Standard (RFS) for carbon credits atau standar kredit karbon hutan terpadu. Hal ini ditandai dengan peluncuran standar kredit karbon hutan terpadu di TNBB pada Kamis (16/1/2014). Program ini merupakan hasil kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia.

Peluncuran tersebut merupakan yang pertama di Asia, dan menempatkan Indonesia di posisi terdepan dalam upaya penurunan emisi karbon. Implementasi dari standar kredit karbon ini juga di klaim sebagai yang pertama di dunia yang mengintegrasikan secara penuh persyaratan penghitungan karbon, dampak sosial-budaya/sosial-ekonomi, dan keanekaragaman hayati. Inisiatif utama ini akan membantu menurunkan hilangnya hutan tropis dan keanekaragaman hayati Indonesia.

Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Sony Partono, MM menyampaikan TNBB dipilih sebagai model penerapan standar kredit karbon hutan terpadu karena TNBB mampu mempertahankan keragaman hayati yang dimiliki. TNBB merupakan taman nasional dengan karakteristik hutan yang unik. Hutan di TNBB masuk kategori hutan monsen, yaitu hutan hutan yang saat kemarau kondisinya meranggas dan saat musim hujan kembali hijau.”yang khas lagi flora-fauna tidak hilang, keanekaragaman hayatinya tetap terjaga” papar Sony Partono.

Menurut Sony Partono, kedepan TNBB akan menjadi model percontohan bagi pengembangan standar kredit karbon hutan terpadu di berbagai taman nasional di Indonesia. Dimana di Indonesia saat ini terdapat sekitar 27 taman nasional.”seperti di Meru Betiri itu juga siap, kemudian di Rinjani, dan Taman Nasional Tesonilo, walaupun masih ada beberapa permasalahan yang menjadi kasus” kata Sony Partono.

Sony Partono menegaskan harus diakui selama ini pengelolaan taman nasional di Indonesia masih sangat minim. Kenyataanya untuk mengelola kawasan taman nasional, Indonesia baru mampu mengalokasikan pendanaan sebesar 1,6 dolar per-hektar. Perbandinganya sangat jauh dengan Malaysia yang mengalokasikan 32 dolar per-hektar dan Thailand mengalokasikan 40 dolar per-hektar. Namun rendahnya dana pengelolaan bukan alas an, karena yang terpenting adalah kawasan hutan tetap terjaga dan lestari. “yang jelas kita tidak melihat dolarnya tetapi indikatornya masyarakat disini bisa hidup tentram tidak mengganggu hutan” ungkapnya

Kepala TNBB Tedi Sutedi menyampaikan dengan dijadikanya TNBB sebagai model pengembangan standar kredit karbon hutan terpadu diharapkan dapat membantu optimalisasi pengelolaan terhadap taman nasional yang memiliki luas mencapai 19.000 hektar. Apalagi TNBB merupakan habitat endemic burung Curik Bali (Jalak Bali). “Mewujudkan kawasan Taman Nasional Bali Barat sebagai habitat yang ideal bagi curik Bali dan juga satwa lainnya yang ada di dalam , dalam upaya mewujudkan Taman Nasional Bali Barat sebagai habitat yang ideal bagi curik Bali, kami telah merancang rencana induk”kata Tedi Sutedi

Tedi Sutedi berharap dengan dijadikannya TNBB sebagai model pengembangan standar kredit karbon hutan terpadu maka dapat dilakukan perbaikan terhadap habitat curik Bali. Dimanajumlah populasi curik Bali yang hidup liar di kawasan Taman Nasional Bali Barat saat ini hanya 32 ekor. Sedangkan yang ada di kawasan penangkaran TNBB sebanyak 106 ekor. “ secara jujur hingga saat ini kita belum berhasil melakukan pengembangan populasi burung Curik Bali di Alam” tegas Tedi Sutedi.

Sedangkan Direktur Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Andrew Sisson mengungkapkan Amerika menaruh perhatian penting bagi Indonesia, karena Indonesia merupakan negara besar dalam bidang keragaman hayati  dan lingkungan. Hal ini yang menjadi alasan membantu Indonesia dalam upaya menjaga kelestarian hutan terutama di kawasan TNBB. “Indonesia adalah Negara super power dalam bidang biodiversity, environment, mempunyai hutan yang sangat luas, oleh karena itu USAID sangat memberikan perhatian besar pada Indonesia, untuk proyek ini USAID memberikan dana 2 juta dolar selama 3 tahun” ujar Andrew Sisson

Andrew Sisson memaparkan Inisiatif ini merupakan satu komponen dari berbagai program Amerika Serikat di Indonesia untuk bidang lingkungan, pendidikan tinggi, sains dan teknologi yang menunjukkan luasnya keterlibatan Amerika Serikat dalam kemitraan Komprehensif AS-Indonesia. Program ini dilaksanakan bersama oleh Pusat Riset Perubahan Iklim (RCCC) Universitas Indonesia, Pusat Lingkungan, Ekonomi, dan Masyarakat(CEES) Columbia University, dan Sustainable Management Group.

 


 
Andrew menambahkan kemitraan ini menggambarkan komitmen Amerika Serikat yang melakukan investasi di berbagai program pelestarian pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan melalui kerjasama unik antara beberapa universitas, taman nasional, masyarakat setempat dan sektor swasta. Program ini menawarkan cara baru untuk menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan konservasi dalam skala besar dan dalam pelaksanaannya melibatkan sektor swasta secara maksimal. 

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami