Kisruh Transportasi Online Mengarah Ke Proxy War?
Senin, 16 Januari 2017,
15:00 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Selain mengeluarkan pernyataan pedas yang mempermasalahkan pihak biro iklan yang sengaja kembali menaikan baliho atau reklama aplikasi angkutan online, Ketua Sapta Pesona Transportasi Bandara Ngurah Rai, Ketut Sukarta juga menganggap seolah-olah asosiasi transport lokal menantang ajakan "perang" dengan pihak asosiasi sopir angkutan di kawasan Bandara Ngurah Rai.
Pernyataan pedas lainnya juga disampaikan Sukarta jika pemasangan reklama GrabCar ini ibarat penjajahan gaya baru. Utamanya, penjajahan di bidang ekonomi. Terlebih, banyak pula aturan hukum yang ikut dilanggar. Bagi Sukarta, pemerintah terkesan lemah terhadap penjajahan ini dan pemerintah membiarkan rakyatnya berselisih dengan sesama anak bangsa gara-gara kehadiran angkutan online yang menurutnya sekaligus juga sebagai penjajah.
Lebih lanjut, Ia menuturkan hal ini terbukti dari pemerintah yang tidak hadir di tengah-tengah rakyatnya yang sedang berselisih. Sayangnya, sambung Sukarta, justru pemerintah memberikan keluasaan pada penjajahan gaya baru ini."Masih ingat kan? VOC perusahan dagang Belanda jaman dulu. Dia menerapkan teori Devide at Impera. Ya untuk menguasai nusantara ini dengan jalan mengadu domba antar kerajaan dan antar rakyatnya," ungkapnya kepada awak media, Minggu (15/1).
Menurutnya, angkutan online yang sedang marak saat ini sama halnya dengan VOC yang beroperasi di masa penjajahan. "Ini produk (red: Grab dan Uber) sama dengan VOC dulu. Dia adu domba masyarakat. Dia buat kacau bisnis transportasi. Akhirnya kalo semua udah tercerai-berai, dia kangkangi pasar nanti. Ayo semeton Bali. Kita buka buku sejarah bangsa ini lagi sebelum terlambat," ajaknya.
Sukarta juga menyinggung bisnis aplikasi transport online ini juga mengarah Perang Proxy (Proxy War) yang sering disinggung oleh panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Lebih jauh Sukarta menjelaskan jika produk Grab dan Uber ini adalah tangan atau pihak ketiga, sedangkan dibelakangnya ada kekuatan negara besar, baik ekonomi maupun teknologi. Lewat tangan Grab dan Uber sendi-sendi kehidupan ekonomi rakyat diporak-porandakan.
"Tujuan akhir dari semua ini adalah menguasai seluruh sendi-sendi kehidupan negeri ini. Kadang-kadang saya ngeri membayangkan produk imperialis ini. Apakah para pakar intelijen ekonomi sama pemikirannya dengan saya? Entahlah. Saya hanyalah rakyat biasa yang hanya bisa teriak akan ketidakadilan ini," pungkasnya.
Berita Badung Terbaru
Reporter: bbn/rob