search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sidang Narkoba Warga Aussie, Dua Saksi Ahli Sebut Isaac Layak Rehabilitasi
Kamis, 1 Maret 2018, 18:40 WITA Follow
image

beritabalicom

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Dua saksi ahli dihadirkan Penasehat Hukum dari terdakwa Roberts Isaac Emanuel, asal Australia dalam kasus narkotika, Kamis (1/3) di Pengadilan Negeri Denpasar.

Hampir seluruh jawaban yang dikemukakan dari pertanyaan Jaksa dan Majelis Hakim dalam persidangan tersebut, kedua saksi ahli menilai terdakwa yang berumur 35 tahun itu lebih layak untuk menjalani rehabilitasi.


Dihadapan majelis hakim yang dipimpin I Gusti Ngurah Atmaja, SH pada sidang sore tadi, dokter Made Oka Semadi dengan tegas menyatakan ada dua penyakit yang didiagnosa oleh terdakwa.

Dokter Oka yang menangani masalah kejiwaan itu mengungkapkan jika terdakwa mengalami masalah kejiwaan dan berdampak pada hal kecanduan akan obat-obatan yang mengandung sejenis narkotika.

Saat ditanya Hakim soal tandanya terdakwa alami depresi atau masalah kejiwaan. Dokter dari rumah sakit Tridjata ini menyampaikan beberapa hal kajian dan penilaian saat tes wawancara dengan terdakwa.

"Dia terlihat cemas saat diwawancarai, sikap dan gerakan tubuh yang nampak tidak tenang saat kita berikan pertanyaan. Dalam hal penilaian itu, jelas terdakwa alami masalah kejiwaan," ungkap dokter Oka di hadapan Majelis Hakim. Menurutnya, perkembangan sikap dari terdakwa terlihat mulai ada perubahan setelah menjalani proses rehab.


"Menurut saya jika dia (terdakwa) ada dalam ruangan tahanan seperti saat dirinya di Polda Bali justru akan memperburuk kondisinya. Akan lebih baik terdakwa mendapatkan penanganan di rehabilitasi," tuturnya.

Dijelaskan pula olehnya, dirinya mengingat mulai memeriksa terdakwa sejak 8 Januari 2018. Selama itu pula setiap dalam pemeriksaan tetap memberikan injeksi dalam bentuk suntikan sebagai obat penenang.

"Perlu dilakukan rehabilitasi minimal 6 bulan dan pendampingan. Karena untuk jenis penyakit pada terdakwa perlunya penanganan seperti dilakukan dengan injeksi,"tegasnya. 

Menurutnya, terdakwa juga perlu pendampingan mengingat depresi yang dialami terdakwa bisa saja menimbulkan kecendrungan melakukan percobaan bunuh diri.

Hal senada juga diungkapkan oleh saksi ahli lainnya, Daniel Satria Pambudi selaku Konselor Adiksi Yayasa Anargya. Pihaknya meyakinkan selama ditangani oleh yayasan, terdakwa punya kemauan cukup kuat untuk hidup normal. 

Untuk seperti itu, kata dia perlu pendampingan dan pengawasan semua pihak. "Karenanya untuk jenis penyakit yang dialami oleh terdakwa sangat tepat untuk dilakukan rehab,"jelasnya.

Bahkan selama dalam proses pemeriksaan terdakwa dijelaskan sejak tahun 2014 telah melakukan rutin ijenksi dengan cara disuntikkan sehari 3 kali. Itu dilakukan terdakwa guna menghilangkan paranoid serta rasa kecemasan yang cukup tinggi.

Mendengar penjelasan kedua saksi ahli yang dihadirkan secara terpisah itu, Majelis Hakim memutuskan untuk mengagendakan langsung pemeriksaan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum pada dua pekan selanjutnya.

Untuk diketahui pria Ausie ini diamankan pihak Bea dan Cukai saat tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 4 Desember 2017 dalam perjalanan dari Bangkok, Thailand.

Terdakwa yang bekerja sebagai akuntan di negara bagian Queensland ini saat tiba dibandara kedapatan membawa 5 paket sabu dengan berat 19,97 gram dan 14 tablet ekstasi seberat 6.22 gram. Barang haram tersebut ditemukan tersembunyi di dalam kotak kondom Durex di dalam koper milik Roberts.

Reporter: bbn/maw



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami