search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Independensi Ruang Redaksi Media Berdasarkan IKP 2017 Masih Buruk
Sabtu, 18 Agustus 2018, 07:22 WITA Follow
image

Muliarta

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Independensi ruang redaksi media di Indonesia masih buruk. Kondisi ini terutama terjadi pada media penyiaran televisi. Hal tersebut terungkap dalam salah satu poin kesimpulan pada laporan hasil survei indeks kemerdekaan pers (IKP) Indonesia 2017 yang diterbitkan oleh Dewan Pers.

[pilihan-redaksi]
Jika pada zaman Orde Baru, sosok kekuasaan yang melakukan intervensi atau sensor adalah rezim otoriter Soeharto. Sedangkan pada saat ini sosok kekuasaan yang menentukan tersebut adalah pemilik bisnis media itu sendiri, baik secara langsung atau dalam bentuk kolusi pengelola media dengan elit ekonomi dan pemerintah daerah setempat.

Dalam hasil IKP 2017 juga terungkap bahwa media di sejumlah daerah kehilangan daya kritisnya terhadap kekuatan bisnis atau politik dan muarannya pada perannya dalam memajukan proses demokrasi.

Contoh kasus media lokal di Kalimantan tidak berani mengangkat persoalan-persoalan serius yang menimpa masyarakat berupa kerusakan alam karena penambangan atau karena pengembangan perusahaan sawit.

Survei juga menemukan pemerintah daerah di sejumlah provinsi menyediakan anggaran khusus dalam APBD bagi wartawan dan adanya kerjasama iklan antara pemerintah daerah dan perusahaan media lokal. Faktor pendorong adalah kepentingan ekonomi dan politik dari pemilik atau pengelola media.

[pilihan-redaksi2]
Kepentingan ekonomi terjadi dalam rangka mengakomulasi laba dengan mempertahankan iklan-iklan besar. Dominasi kepentingan ekonomi yang mempengaruhi arah kebijakan redaksi telah menjadikan media sebagai ranah komersial dan bukan sebagai ranah publik.

Tardapat juga pemanfaatan media demi kepentingan politik, dimana pemilik  adalah juga pimpinan sebuah partai politik. Tampak juga pendirian perusahaan-perusahaan media baru hanya untuk kepentingan politik sesaat, yaitu pada saat Pilkada.

Media-media tersebut memanfaatkan Undang-Undang Pers untuk sekedar memanfaatkan atau menyalahgunakan kemerdekaan pers dan bukan memajukan kemerdekaan pers itu sendiri. [bbn/IKP2017/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami