search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Ni Luh Cawan, Maestro Tari Legong Tak Tergantikan
Minggu, 19 Agustus 2018, 10:12 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com,Denpasar. NI Luh Cawan dilahirkan pada tahun 1922 di Banjar Lebah, Desa Sumerta, Kecamatan Denpasar Timur, sebagai anak pertama dari 3 orang bersaudara. Dia dilahirkan dari keluarga petani. Ayahnya bernama I Ketut Kuna dan ibunya bernama Ni Luh Rubeg. Sesuai dengan keadaan pada waktu itu, dimana masyarakat Bali tidak bisa menikmati pendidikan karena kurangnya sarana pendidikan, Cawan pun hanya dapat menikmati pendidikan sampai Sekolah Rakyat (SR) 3 tahun di Kesiman Denpasar.
 
[pilihan-redaksi]
Ketika umurnya menginjak 10 tahun, ia mulai belajar menari Legong Keraton di bawah perkumpulan Gong Kelandis dengan guru tari Ida Bagus Bodha dari banjar Kaliungu Klod, Nyarikan Sriada dari Banjar Gemeh, I Nyoman Kaler dari Banjar Pagan, dan Anak Agung Gede Oka dari Saba, Gianyar. Setelah pentas beberapa kali disejumlah pura dan balai banjar, keinginannya untuk menguasai beberapa tarian ternyata semakin menggebu.
 
Pada tahun 1933 bersama-sama dengan I Wayan Rindi yang juga berasal dari Banjar Lebah, Luh Cawan mulai belajar Gong Kebyar. Para pelatihnya yang tidak mengharapkan imbalan upah dengan senang hati dan tekun memberikan latihan kepadanya. Berdasarkan bakat yang dimiliki Ni Luh Cawan, serta kemauannya yang keras untuk meningkatkan kemauannya menari, maka dalam waktu yang singkat dia telah menguasai beberapa tarian seperti, Panji Semerang, Kupu-Kupu Tarum, Lasem, Surakanta, Calon Arang, dan lain-lainnya. Selain dia menguasai tarian yang biasanya ditarikan oleh seorang wanita, Cawan pun demikian cerasnya dapat menarikan tarian pria, seperti Tari Baris. Tari yang satu ini bisa dikuasai Cawan berkat diajarkan oleh Ida Bagus Anom dari Gianyar.
 
Melihat bakat Cawan yang luar biasa itulah, maka AA Gde Oka (seorang mpu tari Legong dari Saba) memberikan tambahan pelajaran tari Legong biasa, AA Gde Oka mengajarkan Legong Bapang padanya. Dari pelajaran tari Bapang itulah, muncul minat Cawan mempelajari tari Baris. Ia bersama Sadri pasangannya lantas belajar tari Baris dari IB Anom asal Gianyar pada 1938. Ternyata, kedua gadis manis ini mampu menguasai tari Baris sedemikian baik.
 
Keberanian Cawan dan Sadri mempelajari tari lelaki itu memang sempat menyentak para seniman zaman itu. Wajar memang, sempat di zaman itu masih sedikit wanita yang menjadi penari. Tahun 1900-an, menurut Prof Dr Made Bandem, penari wanita hanya bisa dihitung dengan jari. Baru ketika tahun 1914 Gusti Panji dan Wayan Wandres dari Singaraja mencipta tari Kebyar, kesempatan kaum wanita untuk menari mulai terbuka lebih lebar.
 
Walaupun telah menjadi penari tenar, hasil finansial yang diperoleh Cawan ternyata tidak dapat menjamin kelangsungan hidupnya sekeluarga. Sebab, tidak banyak upah yang bisa diharapkan dari menari. Walaupun demikian orangtuanya terus memberikan dorongan kepada Ni Luh Cawan untuk menambah keahliannya dalam tari-tarian.
 
Setelah kawin, praktis kegiatan menari Cawan mulai berkurang dan selanjutnya istirahat sementara dengan lahirnya putri pertamanya yang diberi nama Ni Luh Kartini. Kemudian menyusul anak kedua yang bernama Ni Made Wati, dan anak ketiga bernama I Nyoman Kardi. Dengan lahirnya putra-putrinya ini ia lebih ulet mencari nafkah membantu suaminya dengan mengajar menari untuk anak-anak sekolah yang berada di sekitar rumahnya. 
 
[pilihan-redaksi2]
Kegiatan ini tidak berlangsung lama karena dengan adanya SMKI dan ASTI di Denpasar banyak tumbuh penari-penari muda yang mengembangkan seni tari ke pelosok desa. Walaupun demikian, sewaktu-waktu dia juga didatangi oleh beberapa penari untuk menanyakan atau belajar gerak-gerak tari palegongan. Itu berarti orang-orang menyadari dan mengakui Ni Luh Cawan adalah perintis tari palegongan di Bali. Dan memang, Cawan boleh disebut sebagai satu diantara maestro tari Legong di Bali di samping Ni Reneng dari Banjar Klandis, yang bertetangga dengan Banjar Lebah, tanah kelahiran Cawan.
 
Kini kedua maestro, Cawan dan Reneng, telah tiada. Ni Cawan telah berpulang dengan membawa teka-teki dan misteri kehidupan kesenian persembahan kehadirat-NYA, Selasa Wage, 18 Pebruari 1997, ketika masyarakat Bali metaki-taki untuk ngagalung. Dan, tanda-tanda penari pengganti sekelas mereka pun belum tampak. Akankah Denpasar melahirkan lagi maestro sekelas Cawan dan Reneng? (bbn/rlssenimandenpasar/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami