Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (12): Puri Agung Negara Djembrana Dirusak
Jumat, 21 September 2018,
09:19 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com,Denpasar. Dari sinilah perseteruan politik mulai muncul ke permukaan. I Nyoman Mantik Mulai menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan. Sementara Anak Agung Bagus Sutedja selaku Gubernur Bali dan pendukung setia Presiden Soekarno atau Soekarnois, dalam banyak hal meniru gaya kepemimpinan Soekarno.
[pilihan-redaksi]
Anak Agung Bagus Sutedja menempuh kebijakan politik merangkul semua pihak, tapi tidak menjalin komitmen mengikat dengan salah satu partai politik. Karena jaringan politik di partai internal mulai didominasi pendukung I Nyoman Mantik, akhirnya PNI Provinsi Bali tersingkir dari anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) daerah Tingkat I Bali oleh Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja.
Anak Agung Bagus Sutedja menempuh kebijakan politik merangkul semua pihak, tapi tidak menjalin komitmen mengikat dengan salah satu partai politik. Karena jaringan politik di partai internal mulai didominasi pendukung I Nyoman Mantik, akhirnya PNI Provinsi Bali tersingkir dari anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) daerah Tingkat I Bali oleh Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja.
Sikap merangkul semua pihak menjadi sasaran empuk lawan politik Anak Agung Bagus Sutedja dalam melakukan manuver. Demonstrasi anti Gubernur Anak Agung Bagus Sutedja menjadi pemandangan biasa di sejumlah daerah di Bali selama tahun 1965. Kelompok I Nyoman Mantik secara terang-terangan menuding Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja terlalu kekiri-kirian, seperti berhubungan baik dengan PKI Provinsi Bali. Kelompok I Nyoman Mantik di dalam berbagai kesempatan menuding Gubernur Anak Agung Bagus Sutedja mulai menempatkan sejumlah personil Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhaluan PKI di sejumlah jabatan strategis.
Dalam perkembangannya, I Nyoman Mantik yang anggota DPR-GR menemukan rekan yang ideal dalam melawan Gubernur Anak Agung Bagus Sutedja, yaitu Shri Wedastra Sujasa (PNI) yang kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri Parisadha Hindu Dharma. Wedastera yang juga anggota DPR-GR, dikenal vokal dan sangat anti PKI. Dalam berbagai kesempatan, Wedastera terang-terangan menuding Gubernur Sutedja sudah dikelilingi kekuatan PKI.
Kedua musuh bebuyutan Anak Agung Bagus Sutedja ini kemudian diperkuat oleh Widagda, yang merupakan adik kandung Wedastra Sujasa. Dalam melakukan manuver menyerang Gubernur Anak Agung Bagus Sutedja, gaya Widagda sangat provokatif. Dalam kesehariannya, Widagda sering menjelek-jelekkan kepemimpinan Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja dalam berbagai kesempatan.
Puncaknya pada 6 Maret 1965, dimana terjadi pertengkaran mulut yang hebat antara Gubernur Anak Agung Bagus Sutedja dan Wedastera di depan rapat umum. Karena manuver politik Wedastera dinilai sudah tidak bisa lagi ditolerir, Gubernur Sutedja memerintahkan aparat penegak hukum menangkap Wedastera. Wdastera Sujasa kemudian dilepas dengan berbagai pertimbangan.
Dampak peristiwa G30S 1965 di Jakarta membuat peta politik di Bali berubah drastis. Pada 1 Desember 1965, saat Gubernur Sutedja mendapat perintah tugas ke Jakarta hingga batas waktu yang belum ditentukan, gelombang massa PNI dibawah kendali I Nyoman Mantik, Wedastera, dan Widagda, bergabung dengan Djamiatul Muslimin Indonesia, Pemuda Ansor Loloan, Partai Musyawarah Orang Banyak (Murba), menyerbu Puri Agung Negara Djembrana.
[pilihan-redaksi2]
Gubernur Sutedja yang sedang bertugas di Jakarta, berdampak gerakan massa tidak bisa dikendalikan lagi di Bali. Rumah-rumah anggota PKI yang telah ditandai sebelumnya, dalam sekejap rata dengan tanah. Keberingasan massa baru berhenti pada 4 Desember 1965 setelah Puri Agung Negara Djembrana yang berdiri sejak tahun 1830, dinyatakan sudah berhasil diobrak-abrik. Selama empat hari Puri Agung Djembrana menjadi sasaran amuk ribuan massa tanpa ada yang peduli.
Gubernur Sutedja yang sedang bertugas di Jakarta, berdampak gerakan massa tidak bisa dikendalikan lagi di Bali. Rumah-rumah anggota PKI yang telah ditandai sebelumnya, dalam sekejap rata dengan tanah. Keberingasan massa baru berhenti pada 4 Desember 1965 setelah Puri Agung Negara Djembrana yang berdiri sejak tahun 1830, dinyatakan sudah berhasil diobrak-abrik. Selama empat hari Puri Agung Djembrana menjadi sasaran amuk ribuan massa tanpa ada yang peduli.
Massa menjarah maupun memporak-porandakan kekayaan intelektual, mengambil paksa pusaka peninggalan leluhur milik Puri Agung Negara Djembrana. Sebanyak enam belas anggota keluarga besar Puri Agung Negara Djembrana dinyatakan tewas dibunuh, baik di Jakarta, Negara, maupun Denpasar, sebagai dampak pembersihan terhadap semua pihak yang dituding terlibat PKI. (Tim Beritabali.com/Bersambung)
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/rls