Filosofi Pura Masceti Gunung Sari, Jika Sudah Makmur Akan Gampang Dalam Berkesenian
Minggu, 30 September 2018,
23:00 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Beritabali.com,Gianyar. Bendesa Adat peliatan Ketut Sandi menyatakan jika rangkaian upacara piodalan di Pura Masceti Gunung Sari ini dilaksanakan karena Pura telah melewati pemugaran di beberapa pelinggih. Ia melanjutkan upacara serupa pernah dilaksanakan 20 tahun yang lalu, tepatnya Januari 1998.
[pilihan-redaksi]
“Mengingat sekarang dewasa ayu, dan bertepatan juga dengan pasca pemugaran pura, maka kami memandang perlu dilaksanakan upacara ini,” jelasnya.
“Mengingat sekarang dewasa ayu, dan bertepatan juga dengan pasca pemugaran pura, maka kami memandang perlu dilaksanakan upacara ini,” jelasnya.
Pura ini menurutnya merupakan representasi dari Gunung dan Laut (Masceti Gunung), sehingga disungsung oleh krama subak setempat untuk mohon kemakmuran. Selain itu, Pura Masceti Gunung Sari merupakan tempat berstana Dewa Panji yaitu Dewa Kesenian.
“Filosofinya adalah jika kita sudah subur dan makmur, maka akan gampang dalam berkesenian,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) juga turut menghadiri dan melakukan persembahyangan di Pura Masceti Gunung Sari, Ubud, Gianyar serangkaian upacara Mupuk Pedagingan, Tawur Pedanan, Ngenteg Linggih dan Medudusan Agung, Minggu (30/9).
Dalam kesempatan itu, Cok Ace yang disambut Bendesa Adat Peliatan, I Ketut Sandi serta tokoh-tokoh masyarakat setempat mengapresiasi semangat warga yang masih terus berupaya mempertahankan agama, adat dan tradisi Bali.
Pura Masceti Gunung Sari ini juga dikenal sebagai tempat pemujaan untuk kesuburan yang disungsung oleh krama subak sekitar, sehingga Cok Ace berharap, kemakmuran tidak hanya untuk masyarakat Peliatan, tapi juga untuk warga Gianyar dan Bali secara keseluruhan. Selain itu Pura ini juga merupakan tempat berstana Dewa Panji sebagai Dewa Kesenian.
“Sebagai manifestasi dari kesuburan dan kesenian, saya harap melalui piodalan ini bisa melestarikan bidang agraris serta kesenian yang tentu saja berujung pada upaya kita untuk mempertahankan sektor pariwisata sebagai ujung tombak perekonomian Bali,” ujarnya.
[pilihan-redaksi2]
Selain itu, Ia juga menyatakan bahwa upacara yadnya merupakan salah satu bentuk dari Tri Rna, yaitu wujud bakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi krama subak melaksanakan upacara yadnya ini sebagai bentuk syukur terhadap paican Ida Bhatara.
Selain itu, Ia juga menyatakan bahwa upacara yadnya merupakan salah satu bentuk dari Tri Rna, yaitu wujud bakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi krama subak melaksanakan upacara yadnya ini sebagai bentuk syukur terhadap paican Ida Bhatara.
“Ini merupakan bentuk rasa syukur kita sebagai krama Bali sekaligus upaya pelestarian kebudayaan untuk sektor pariwisata juga,” imbuhnya.
Selain melakukan persembahyangan, Cok Ace juga berkesempatan menghaturkan dana punia dan menandatangani prasasti pura.
Setelahnya, Wagub Cok Ace juga berkesempatan menghadiri Karya agung mamungkah, ngenteg linggih, segara kertih, tawur agung, mapedanan lan ngusaba desa, ngusaba nini ring pura desa, Desa Pakraman Ketewel, Gianyar. Upacara ini biasanya dilaksanakan 15 tahun sekali dan melibatkan sekitar 11 banjar dan 1.500 kk di Ketewel, Gianyar. Puncak piodalan yang jatuh pada tanggal 2 oktober mendatang didanai dari dana LPD setempat. (bbn/rlspemprov/rob)
Berita Gianyar Terbaru
Reporter: -