search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Bersiap Merawat Caleg Stress
Selasa, 16 April 2019, 07:29 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), khususnya Pemilu 2019 para peserta pemilu harus siap menang dan siap kalah. Para peserta pemilu, terutama para calon legislatif ataupun dewan perwakilan daerah harus benar-benar siap menghadapi kenyataan. 
 
[pilihan-redaksi]
Kekalahan memang terasa pahit banget, bahkan jika tidak siap menerima kenyataan kalah maka tidak menutup kemungkinan akan mengalami stress atau depresi. Lalu siapa yang akan merawat mereka yang mengalami depresi atau stress karena kalah dalam perhelatan politik 5 tahunan ini?
 
Agenda politik 5 tahunan pada bagian akhir selalu memberi kontribusi pertambahan caleg stress akibat kekalahan dalam perebutan suara. 
Namun hingga kini belum ada data valid yang mampu memberikan gambaran jumlah orang yang stress akibat gagal menjadi caleg dan tidak ada data juga jumlah yang bisa pulih dan kembali dalam ajang pesta lima tahunan. Hal yang pasti, ketika caleg mengalami stress akibat gagal maka keluarga harus bersiap untuk merawat dengan segala konsekuensinya.
 
Selama ini belum ada pihak keluarga dari para caleg yang menyatakan sudah mempersiapkan langkah antisipasi jika anggota keluarga yang maju menjadi caleg nantinya mengalami stress. Kendati kegagalan menjadi anggota legislatif juga membawa dampak yang berbeda pada setiap caleg. Justru yang ramai dan bersiap merawat caleg stress adalah para pengelola rumah sakit dan rumah sakit jiwa. Harus diakui kesiapan pengelola rumah sakit ini tidak semata-mata karena alasan kemanusiaan tetapi ada potensi pendapatan atau ekonomi. 
 
Namun ujung-ujungnyan, keluarga caleg-lah yang menanggung beban psikologi dan beban dana perawatan. Rasa optimis akan kemenangan berlebihan kerap membuat para caleg lupa mempersiapkan diri menghadapi kegagalan. Ketidaksiapan menghadapi kegagalan yang membuat caleg kecewa yang pada akhirnya menyebabkan frustasi dan stress. Frustasi karena merasa kehilangan harapan untuk menjadi anggota dewan dan mendapatkan posisi terhormat. 
 
Frustasi dan stress juga muncul akibat kehilangan uang yang cukup banyak selama proses pencalegan dan kampanye. Belum lagi akibat merasa dibohongi oleh pemilih, sehingga merasa kehilangan kepercayaan diri. Akan bertambah stress lagi jika pada kenyataanya biaya yang dikeluarkan selama pemilu merupakan dana yang berasal dari pinjaman. Era pemilu serentak dengan jumlah parpol yang cukup banyak memberi peluang besar kepada siapapun untuk untuk menjadi caleg. Entah karena sekadar iseng mengadu nasib atau memang serius untuk mewujudkan rasa idealisme pribadinya. 
 
Baik caleg yang sekedar iseng hingga yang serius mewujudkan idealisme pribadinya tentu berharap mendapatkan pemenuhan terhadap rasa untuk mendapatkan penghargaan hingga aktualisasi diri. Keinginan untuk mendapatkan rasa penghargaan ini yang memacu para caleg untuk berusaha secara optimal sesuai modal yang dimiliki, baik modal sosial maupun modal dana. Hingga yang awalnya sekadar iseng pada akhirnya ikut larut dalam pertarungan dengan obsesi untuk menang. 
 
Berbagai rencana untuk meraih kemenangan akhirnya dipersiapkan dengan matang, tetapi rencana untuk menghadapi kegagalan sering terabaikan dan bahkan cenderung tak dipersiapkan. Proses perekrutan caleg yang terkesan instan mendekati pemilu berdampak pada munculnya caleg-caleg instan. Padahal dalam sebuah proses di partai untuk menghasilkan caleg yang berkompeten harus melalui proses kaderisasi. 
 
[pilihan-redaksi2]
Memerlukan sebuah proses pelatihan dan pendidikan politik yang panjang dan berkesinambungan untuk menghasilkan caleg yang matang. Proses kaderisasi dengan pelatihan dan pendidikan politik ini menunjukkan komitmen dan tanggungjawab partai terhadap caleg yang dihasilkan. Pada akhirnya prilaku caleg dan kualitas psikologi caleg akan menjadi tolak ukur kualitas partai politiknya.
 
Munculnya caleg stress juga menjadi bukti instanya proses dalam partai politik, sehingga wajar jika kemudian partai harus bertanggungjawab terhadap caleg yang mengalami stress pasca pemilu. Partai seharusnya mengambil tanggungjawab dalam perawatan dan pembiayaan pengobatan terhadap caleg yang mengalami stress. Partai hendaknya tidak lepas tangan saat caleg yang berjuang untuk mendulang suara kemudian mengalami stress.
 
Sejak awal proses pencalegan, partai politik semestinya sudah mulai menyiapkan layanan psikolog sebagai sebuah antisipasi. Memang selama ini belum terdengar adanya partai yang menyiapkan layanan psikologi bagi para calegnya. Layanan psikologi seakan tidak menjadi sebuah kebutuhan, kendati masalah psikologi selalu menghantui para caleg. Apalagi kesiapan psikologi dan kesiapan mental sangat dibutuhkan oleh para caleg saat menghadapi kenyataan gagal melangkah menjadi anggota dewan yang terhormat. [bbn/editorial/tim-redaksi]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami