search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pis Bolong Jadi Bukti Pengaruh Kebudayaan Tionghoa Terhadap Kebudayaan Bali
Rabu, 24 April 2019, 13:15 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Pis bolong atau uang kepeng menjadi bukti pengaruh kebudayaa Tionghoa terhadap kebudayaan Bali. Pengaruh kebudayaan Tionghoa terhadap kebudayaan Bali dengan penggunaan uang kepeng tersebut hingga saat ini masih terasa khususnya dalam pengaruh sistem religi dan upacara keagamaan.

[pilihan-redaksi]
Demikian teruangkap dalam sebuah artikel berjudul “Uang Kepeng Dalam Perspektif Masyarakat Hindu Bali di Era Globalisasi” yang dipublikasikan dalam Forum Arkeologi Volume 29, Nomor 3, tahun 2016. Artikel tersebut ditulis oleh Nyoman Arisanti, Alumnus Program Studi Kajian Budaya Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Nyoman Arisanti menuliskan bahwa masyarakat Hindu di Bali menggunakan uang kepeng dalam berbagai ritual agama. Eksistensi uang kepeng dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali memiliki sejarah panjang yang tidak terlepas dari integrasi budaya Tionghoa di Bali.

Mata uang kepeng adalah alat pembayaran sah dari negeri Cina. Uang kepeng dibawa oleh pedagang Cina ke Indonesia sekitar abad ke-6 Masehi.

Adanya uang kepeng di Bali diperkirakan sebagai akibat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan Cina. Perdagangan ini dimulai dari daerah pelabuhan seperti di daerah Bali Utara disebut-sebut kota pelabuhannya Desa Julah, Menasa di Kabupaten Buleleng Timur dan di Bali Selatan disebut Banjar Belanjong di Desa Sanur.

[pilihan-redaksi2]
Uang kepeng pada masa HindiaBelanda dianggap primitif sehingga posisinya sebagai uang kartal digantikan dengan uang Hindia-Belanda dan uang lainnya yang berlaku pada masa itu. Pesatnya globalisasi yang identik dengan modernisasi, tidak menyebabkan uang kepeng ditinggalkan dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali.

Sekitar tahun 1950 uang kepeng mulai berangsur-angsur kehilangan fungsinya sebagai uang kartal. Berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 20 tahun 1950 ditetapkan bahwa uang RIS dan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) adalah uang kartal resmi di seluruh wilayah Indonesia termasuk Bali. Berlakunya Undang-undang tersebut, maka secara resmi uang kepeng bukan lagi merupakan alat pembayaran yang sah, dan harus ditarik dari peredarannya.

Setelah berlakunya rupiah sebagai mata uang sah di Indonesia, uang kepeng masih tetap digunakan di Bali. Meskipun uang kepeng kehilangan fungsi ekonominya, namun tetap digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali karena fungsi religiusnya yang masih melekat. [bbn/ Forum Arkeologi/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami