Cegah Penyakit Menular, Sangging Wajib Higienis
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Sangging atau orang yang bertugas melaksanakan upacara adat "mepandes" atau "metatah" (potong gigi), diharapkan mempertimbangkan faktor kebersihan dan higienis ketika menjalankan tugasnya melayani umat. Hal tersebut penting diperhatikan untuk mencegah penularan penyakit melalui pertukaran air liur, pertukaran darah, dan pertukaran serpihan gigi.
Upaya menjaga kebersihan dan faktor higienis tersebut menjadi konsep dalam pelaksanaan metatah masal yang berlangsung di sekitar Pura Puseh Desa Adat Denpasar, Jumat (15/11).
Dalam melayani umat, pinandita sangging dilengkapi dengan atribut higienis seperti masker mulut dan sarung tangan medis sekali pakai. Selain itu, panitia juga menyediakan satu alat kikir gigi sekali pakai bagi setiap peserta metatah.
"Kami mengusung konsep upacara adat hegienis. Kita ketahui bersama, upacara yang bersifat massal sangat rentan penularan penyakit. Itu kami lakukan untuk menghindari konotasi negatif yang mengarah kepada ilmu magis," ujar Ketua Panitia Ketut Suardana, yang juga pengempon Pura Puseh Desa Adat Denpasar.
Tidak saja mengedepankan faktor higienis, pihaknya juga menyesuaikan praktek "metatah" dengan ilmu kedokteran gigi. Seorang dokter gigi yang juga "ngayah" sebagai pinandita sangging, menjelaskan bahwa secara medis gigi sejatinya tidak boleh diganggu seperti melakukan pengikiran apalagi pemotongan, karena akan merusak struktur gigi.
"Upacara potong gigi ini hanyalah simbolis saja, tidak benar-benar dipotong atau dikikir habis, agar kelak gigi peserta tidak bermasalah," ujarnya.
Penerapan konsep higienis ini disetujui para pinandita sangging, Jro Kadek Iwan Wiracana. Menurutnya, higienis penting dilakukan sering dengan berkembangnya pemahaman masyarakat terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga konsep higienis sangat relevan diterapkan dalam upacara khususnya yang bersifat massal.
"Sementara ini, penggunaan masker dan slop tangan belum merata. Ada yang pakai. Ada yang tidak. Biasanya dalam kegiatan yang digelar pribadi, jarang pakai begitu karena peserta tidak banyak," terangnya.
Ketut Suardana menjelaskan, "metatah" massal yang digelar oleh Yayasan Dharma Bakti ini bertujuan untuk menghadirkan solusi bagi umat yang ingin menjalankan upacara adat. Kendati digelar secara massal, ia mengatakan pihaknya tetap mengedepankan estetika upakara. Bahkan upakara yang diterapkan setara dengan tingkatan utama. Metatah massal perdana yang gelar pihaknya ini diikuti sekitar 188 umat dari berbagai daerah. Masing-masing peserta hanya dikenakan sesari Rp. 450 ribu, untuk biaya upakara, uparengga dan kikir yang digunakan.
Seorang peserta, Made Inten, mengakui sangat bersyukur dengan adanya kegiatan upacara ada massal. Menurutnya, dengan begitu kegiatan upacara adat tidak lagi menjadi beban berlebih bagi umat, mengingat biaya yang dibutuhkan sangat jauh dibanding dengan upacara yang dibuat secara pribadi.
"Alasan saya ikut metatah massal, karena upakaranya lengkap dan efesien biaya. Senang sekali, sangat membantu masyarakat. Semoga kedepan, kegiatan serupa tetap rutin digelar berbagai pihak," pungkasnya usai menjalani prosesi metatah.
Reporter: bbn/tim