search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Jaman Kaliyuga: Lupa Jati Diri Swadharma, Semua Kasta Berebut Kuasa
Rabu, 26 Februari 2020, 12:45 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

“pangdening kali murkaning jana wimoha matukar arebut kawiryawan, tan wring ratnya makol lawan bhratara wandhawa ripu kinayuh pakasrayan...” arti bebasnya pengaruh jaman kali manusia menjadi kegila-gilaan, suka berkelahi, berebut kedudukan yang tinggi-tinggi. 

[pilihan-redaksi]
Mereka tidak mengenal dunianya sendiri, bergumul melawan saudara-saudara dan mencari perlindungan kepada musuh. Begitulah yang disebutkan oleh Kekawin Nitisastra Sargah IV.10 yang memberikan sebuah gambaran mengenai jaman kali yang sedang kita rasakan hari ini. Walaupun secara sekilas aktivitas yang kita lihat berjalan dengan normal namun jika kita cermati dengan seksama banyak hasil pemikiran, perilaku dan ucapan manusia telah dirasuki oleh sifat-sifat jaman kali ini. Pada akhirnya keharmonisan yang kita cita-citakan jauh dari harapan. 

Tolak ukur sebuah keharmonisan telah dicapai adalah berjalannya konsep Tri Hita Karana yang sangat adi luhung diwariskan oleh para leluhur orang Bali. Namun orang Bali lupa bahwa titik sentral sebagai pemegang kendali berjalannya Tri Hita Karana ini dengan benar adalah manusia (pawongan). Karena dikatakan dalam Menawa Dharma Sastra I.96 bahwa diantara semua mahluk ciptaan itu manusialah yang berakal budi paling utama. 

Dari sloka ini maka yang layak menjadi pemimpin di dunia ini adalah manusia. Dengan kekuasaan besar ini sebagai manusia yang memiliki akal budi, manusia jugalah yang bertanggung jawab terbesar dalam terciptanya sebuah keharmonisan antara manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan.

Hubungan manusia dengan manusia di jaman kali ini orang-orang banyak berebut kedudukan yang tinggi-tinggi. Untuk memperoleh sebuah kekuasaan yang mampu menopang prestisenya  di mata masyarakat. Bahkan untuk memuluskan jalannya menuju puncak kekuasaan orang menggunakan segala macam cara baik sesuai dengan ajaran dharma maupun tidak. 

Mungkin inilah wajah demokrasi yang ada jaman kali, dimana jaman kali berkualitas secara prosedural tetapi sangat buruk secara substansial. Machiavelisme pun sudah mendarah daging dalam praktis politik para politisi kita. Sulit membedakan kawan dan lawan, yang ada hanyalah kepentingan. 

Ketika diperlukan siapapun jadi teman tetapi ketika tidak berkepentingan siapapun bisa menjadi lawan. Bahkan saudara pun bisa menjadi lawan demi sebuah kepentingan. Sehingga untuk mencapai kedudukan dalam sistem negara sangat sulit dan bila memaksakannya bagi sebagian orang sangat bertentangan dengan hati nuraninya.

Orang-orang yang berbudi baik, jujur dan setia pun karena berada pada lingkaran pengaruh kekuatan jaman kali, lambat laun mereka pun terseret arus dan akhirnya menjadi korban kekuasaan. Saat berada di pusaran kekuasaan itu ia harus rela mengorbankan asas kebenaran, kejujuran dan kepatutan yang sebelumnya ia jadikan sebagai pegangan. 

Oleh karena itu tidak salah jika jaman ini dikatakan jaman yang terbalik. Sesuai dengan Parasara Dharmasastra I.31 menyatakan bahwa jaman kali, kebaikan ditaklukan oleh ketidak baikan, kebenaran ditaklukan kepalsuan, para raja oleh pelayan mereka dan laki-laki oleh para wanita. Sangatlah sulit untuk bertingkah laku sesuai dengan swadharma (kewajiban) yang dipegang oleh manusia untuk mencapai sebuah kedudukan dengan cara yang baik dan benar. 

Untuk mengetahui mengetahui swadharmanya hidup sebagai manusia Hindu Bali yang menjaga tatanan adat budaya dan agama. Orang bali harus merenungi jati dirinya dengan menjawab pertanyaan bagi dirinya sendiri “siapakah saya?”  apakah saya adalah seorang brahmana (pandita), apakah saya adalah seorang satrya (pemimpin), apakah saya seorang wesya (pengusaha), apakah saya seorang sudra (pembantu dari tiga golongan sebelumnya). 

Dengan mengetahui jawaban dari hasil perenungannya sendiri maka akan mengetahui pula swadharmanya hidup menjadi manusia di Bali. Perlu disadari pula bahwa masing-masing dari keempat golongan pekerjaan (warna) mempunyai kemuliaan yang sama nilainya antara satu dengan yang lainnya namun mempunyai pekerjaan yang berbeda dan khas sesuai dengan tugas pokoknya. Tatanan inilah yang pada jaman ini sangat rancu sebagaimana disebutkan dalam Nitisastra IV.9 “..Wipra ksatriya wesya sudra pada sangkara sama-sama paksa pandita..” artinya brahmana, ksatria, wesya dan sudra hidupnya bercampur dan masing-masing mengganggap dirinya pendeta. 

Keempat golongan ini melupakan kewajibannya karena kekurang mantapan akan dirinya baik itu percaya diri, keteguhan iman, keyakinan bahwa mereka adalah salah satu dari keempat golongan yang mereka pilih dari hasil perenungan jati dirinya.

Kejadian nyata yang terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah dalam tataran kebrahmanaan banyak sulinggih yang tidak mengindahkan kepatutan aturan kesulinggihan, sulinggih yang mengembalikan kebrahmanaannya, sulinggih yang sangat muda yang belum menyelesaikan tahapan catur asrama, sulinggih yang hanya mengganggap golongannya saja sebagai sulinggih, sulinggih yang berlomba mempunyai sisya (murid).

Pada tataran Ksatriya sang pemimpin sewenang-wenang menaikkan besaran bulanan jaminan kesehatan, pemimpin ikut ambil andil agar dari tatanan bawah sampai atas yang memperoleh kedudukan adalah kawan satu organisasi, sang pemimpin lambat mempeberikan pengayoman apalagi dengan adanya virus corona yang meresahkan masyarakat, sang pemimpin masih banyak yang korupsi dan masih banyak yang menyalah gunakan wewenangnya sebagai pemimpin. 

Pada Tataran Wesya, pengusaha untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya pengusaha pengekploitasi lahan walaupun itu merupakan jalur hijau, pengusaha tidak mengindahkan himbauan pemerintah karena ada anggapan bahwa mengenai kehidupan ekonominya pemerintah belum mampu bertanggung jawab akan hal tersebut hingga mereka berusaha semaksimalnya untuk memaanfaatkan sumber daya yang ada, pengusaha tidak memikirkan sampah yang dihasilkan dari usahanya, pengusaha tidak memikirkan persaingan yang mereka perbuat apakah persaingan yang sehat atau tidak. 

Pada tataran sudra para pembantu tidak mengindahkan apa yang intruksikan oleh pemimpinnya, para buruh mengetahui dirinya mempunyai banyak anggota menggunakan kekuatannya sesuai dengan kehendaknya. Walaupun tidak semua pelaku melakukan hal seperti itu namun fakta adanya tindakan tersebut itu ada. Semua menginginkan kedudukan tertinggi di masing-masing golongan tersebut padahal hal tersebut sangatlah susah. 

Disebutkan dalam Kekawin Nitisastra Sargah IV.3 dan IV.4 pada intinya janganlah tergesa-gesa mengaku berani, suci dan pandai karena barang siapa yang mampu mengalahkan seratus orang pahlawan maka ia adalah pahlawan sesungguhnya, barang siapa yang mampu mengatasi kesucian seribu orang suci barulah bisa ia disebut orang suci dan ia adalah wiku (brahmana) utama, barang siapa yang mampu mengalahkan sepuluh ribu orang pandai baru patut ia disebut orang pandai yang paham kepada pengetahuan politik. Begitulah sesungguhnya cara pencapaian sebuah kedudukan yang sejatinya yang ditentukan oleh nitisastra.

Kita sebagai orang Bali yang merupakan bagian dari NKRI di tengah jaman kali ini dimana penomena-penomena yang sangat penting terjadi di awal tahun 2020 ini mulai dari kerajaan-kerajaan palsu, penyakit corona membayang-bayangi karena kita pelaku pariwisata, stabilitas ekonomi agak teraganggu. 

Supaya dapat menekan pengaruh jaman (aab jagat) mari melakukan self correction guna meneguhkan swadharma mana yang kita pilih dan dari satu yang dipilih bagaimana implementasi swadharma kita untuk mengeratkan kembali hubungan harmonis antara manusia, antara lingkungan dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semoga dengan melakukan hal tersebut kita mampu terhindar dari pengaruh jaman yang terbalik ini.


Penulis:

Tubagus Dananjaya, SH 

S1 Sarjana Fakultas Hukum Unud 
 

Reporter: bbn/adv



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami