search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Wacana "Nyipeng" dan Penanganan Covid-19 di Bali
Rabu, 8 April 2020, 11:50 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Penyelamatan masyarakat sudah mendesak. Kenapa harus Agama Hindu atau Budaya Bali dipakai alat untuk mendesak umat atau warganya melalui MDA dengan produk "sipeng"-nya? 

[pilihan-redaksi]
Produk rekayasa sipeng atau apalah itu namanya tidak bisa begitu saja dicetak. Warga Bali perlu bernafas, hening dan cipta untuk bisa menerima sebuah keputusan yang tidak biasa dalam kehidupannya. Apalagi demografi cultural desa adat di Bali mempunyai pemahaman Desa Maucare, Desa Mewicara, Desa Kala Patra dan lain-lain dan mempunyai pakem Sime yang berbeda-beda. 

Singkatnya pemahaman sipeng atau nama lainnya perlu waktu penerapan dan sosialisasi. Biarlah saat ini Pemprov Bali yang punya keputusan (1 pintu) dalam memerangi Covid-19 untuk warganya. Beban yang diterima Pemprov Bali sudah berat, dalam situasi yang darurat seperti ini, belum lagi kabupaten/kotanya. 

Maka dari itu hiruk pikuk Nyepi tambahan, Sipeng atau apalah itu, PHDI selaku lembaga umat Hindu untuk arif dan bijak mengambil keputusannya. Dan keputusan itu akan menentukan baik atau buruknya lembaga PHDI, MDA dan lain-lain di mata masyarakat Bali di saat keadaan luar biasa dan darurat ini. Jangan membuat masyarakat Bali jadi "Campah" di kemudian hari. 

Penulis: Putu Iwan Karna

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami