search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mantan Pekerja Kapal Pesiar Ubah Botol Kaca Bekas Jadi Gelas Antik
Senin, 2 November 2020, 14:00 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Mantan pekerja kapal pesiar, Tjokorda Gede Wirapartha, 39, asal Banjar Kebon, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati asah kreativitas dalam situasi pandemi Covid-19. 

Pria yang akrab disapa Cokde ini membuat kerajinan antik berbahan botol kaca bekas. Hal ini dilakukan, karena pemilik bisnis Beat Bali Tour dan Beat Bali Design yang bergerak di bidang pariwisata ini  turut merasakan dampak pandemi. Usahanya yang bergerak di jasa pariwisata mau tak mau harus istirahat sementara. 

Tak mau larut dalam diam, Cokde mulai memanfaatkan waktu. Mulai memotong botol kaca bekas menjadi gelas. Bahkan dari satu botol bekas, Cokde bisa menciptakan beberapa produk baru. Selain gelas kaca, juga tercipta tempat lilin, gantungan lampu hias, hingga jam dinding. Botol-botol kaca bekas dipotong menggunakan alat khusus. 

Bahkan peralatan khusus yang digunakan, seluruhnya memanfaatkan barang bekas. Semisal genteng bekas bangunan rumah, kayu bekas, mesin pompa air bekas dan bor kayu. Cokde merakit barang bekas tersebut secara otodidak, belajar lewat youtube dan dibantu rekannya. 

Hasilnya, berupa produk gelas kaca dan sejenisnya dengan motif polos, grafir, ukiran pewayangan dan kombinasi motif ulatan bambu. Gayung bersambut, gelas antik Cokde dilirik sejumlah kalangan. Terutama para pemerhati lingkungan, ekspatriat yang tinggal di Bali, dan sudah terkirim ke sejumlah tempat di Indonesia. Padahal, kerajinan botol kaca bekas ini baru dilakoni sejak 3 bulan terakhir. 

"Awalnya iseng untuk gelas minum di rumah. Karena saya suka membuat sesuatu yang unik, nyeleneh. Ternyata setelah saya posting di medsos, banyak yang tertarik," ungkap pria kelahiran 23 Juli 1981 ini saat ditemui di workshopnya, Perumahan Piakan Asri, Banjar Pengembungan, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati ini. 

Produk yang banjir pesanan yakni gelas kaca, gelas sloki, lampu gantung. Cokde mengaku akan meneruskan dan menekuni kerajinan ini. 

"Banyak temen kasi botol, minta dibuatkan gelas. Sampai sekarang pun masih banyak yang datang bawa botol, minta dibuatkan beberapa produk," ujarnya. 

Untuk gantungan lampu, Cokde mengkombinasikan dengan ukiran wayang dan ulatan bambu. Kerajinan botol kaca bekas ini, juga menarik baginya untuk memanfaatkan sampah botol kaca. Yang selama ini, masyarakat masih bingung bisa dijadikan apa. 

"Di banjar ada komunitas pecinta sungai, dapat support dari sana dan ada pemulung besar. Ada banyak saya posting. Sehingga waktu ini ada Villa kasi botol tak terpakai. Mulai dari sana ekspartiat yang tinggal disini, mereka tidak mau bikin polusi baru, barter, kasi tempat lilin berapa. Ada villa ada personal," jelasnya.

Botol bir bintang, katanya menjadi sampah yang  paling banyak. "Bahan baku murah banget, hanya saja karena situasi seperti niki daya beli masyarakat agak turun. Tapi saya optimis, biar jalan dan dikenal dulu produknya," terang suami dari Ida Ayu Intan Trisnawati ini.

Di awal produksi, cukup banyak botol kaca yang pecah saat dipotong. Namun tak membuatnya putus asa. Justru semakin terpacu mencari alat potong yang lebih praktis menggunakan tenaga listrik. 

"Saat motong juga harus sabar, tidak boleh terburu-buru agar tidak pecah," ungkapnya. Terpenting baginya, kerajinan botol kaca bekas ini tidak menimbulkan sampah baru. 

"Gimana biar bikin sesuatu karya seni tidak timbulkan sampah baru. Semua konsep recycle, meminimalis penggunaan bahan baru. Sampah nyaris tidak ada. Kalau pecah, bisa didadur ulang dipecahin lagi kirim ke pengepul. Dijadikan kaca lagi," ujar mantan pekerja Kapal Pesiar ‘Holland America Line’ (2008-2014) ini. 

Namun diakui, kualitas botol bekas sebagai bahan baku tidak semuanya mulus. "Biasanya botol bir banyak yang tergores, diakali dengan cara frosted sandblasting, yang baret kita hilangin, yang utuh kita tampilkan motifnya. Motif ini buat stiker dulu, tembak pakai mesin. Ada beberapa teknik, manual dan mesin grafir," jelasnya. 

Cokde tidak sendirian. Alumni D3 Manajemen Divisi Kamar STP Bali ini mengajak beberapa temannya. "Pas lagi banyak order, temen yang nganggur saya ajak ngeblast, grafir dan bersihin. Biar punya mereka kegiatan," ujarnya. 

Harga per produk bervariasi mulai Rp 25.000 sampai Rp 500.000, tergantung tingkat kerumitan. Jika tidak pandemi, produk Cokde seharusnya sudah siap diekspor. 

"Permintaan dari luar negeri ada, tapi   terkendala regulasi impor di negara tujuan. Semoga deh pandemi ini cepat berlalu," harapnya. 

Sembari menunggu ekonomi pulih, Cokde saat ini sudah komunikasi dengan seorang rekan dari Dubai. "Dia membuat portal bisnis online shop. Saya disuruh siapkan beberapa produk untuk sampel. In progress, mudah-mudahan lancar," ujar bapak dua anak ini.

Reporter: bbn/gnr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami