search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Empat Anak Melayani Pria Hidung Belang: Tuntutan Gaya Hidup
Kamis, 28 Januari 2021, 13:50 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/suara.com/Empat Anak Melayani Pria Hidung Belang: Tuntutan Gaya Hidup

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Kasus prostitusi yang melibatkan anak-anak kembali terungkap di Ibu Kota Negara.

Pada Senin (25/1/2021), malam, polisi Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengamankan muncikari berusia 20 tahun berinisial R serta empat anak perempuan yang R jadikan mesin uang untuk melayani nafsu seksual pria hidung belang.

Setelah menjalani pemeriksaan di kantor polisi, keempat anak perempuan berinisial D (17), F (15), A (15), dan AR (15) diserahkan kepada Lembaga Perlindungan Anak Indonesia untuk mendapatkan pendampingan.

Kasus prostitusi anak terungkap setelah petugas keamanan hotel di Tanjung Priok menaruh curiga pada aktivitas mereka dan kemudian mereka lapor polisi.

Sang muncikari ditangkap di tempat parkir hotel. 

Sementara di salah satu kamar, keempat anak perempuan sedang bersama seorang pria hidung belang. 

Polisi menggerebek kamar itu ketika mereka hendak memberikan layanan seksual.

Menurut keterangan Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tanjung Priok AKP Paksi Eka Saputra pria hidung belang yang ditangkap menyewa empat anak sekaligus setelah diatur oleh muncikari. 

"Satu konsumen menyewa empat wanita. Itu pun atas keinginan dari muncikari. Jadi muncikari ingin semuanya terlaksana langsung dapat duitnya. Dia (pelanggan) serahkan duit Rp16 juta," ujar Paksi dalam laporan Muhammad Yasir, jurnalis Suara.com, Kamis (28/1/2021).

Anak-anak remaja itu mau masuk ke lingkaran prostitusi dipicu keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan mereka, termasuk membeli pakaian, isi pulsa, dan make-up, kata Sekretaris Jenderal LPAI Henny Hermanoe.

Menurut dia pemicu lainnya karena mereka kurang mendapatkan perhatian dari orang tua.

Saat ini, mereka sedang ditangani LPAI untuk proses pemulihan pisik dan psikologi.

Hedonisme

Dalam pemberitaan Suara.com Senin (7/12/2020) yang dikutip dari Antara, prostitusi anak semakin mencuat di tengah pandemi Covid-19. Salah satu pemicunya gaya hidup hedonisme.

Psikolog anak Endang Setianingsih mengatakan hedonisme membuat seseorang cenderung mengikuti hawa nafsu daripada akal sehat.

"Hedonisme itu sendiri suatu paham yang dianut oleh remaja tentang pemburu kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan pribadi yang menjadi tujuan utama dalam menjalani hidup, sehingga mereka dengan mudah tergiur dan terjerumus ke hal negatif," kata Endang.

Endang menjelaskan, hedonisme bisa menjadi kemungkinan terbesar pada diri anak karena gaya hidup yang dianut oleh kaum muda adalah pandangan yang berdasarkan pada hawa nafsu semata.

"Hal tersebut sangat erat hubungannya dengan kekayaan duniawi, kenikmatan batin, kenikmatan seksual, serta kebebasan dan kekuasaan," ujarnya.

Endang menyampaikan, pemicu dari penganut paham hedonisme itu dapat terjadi akibat faktor internal yakni dirinya sendiri, di mana sudah menjadi sifat dasar manusia ingin memiliki kesenangan sebanyaknya dengan bekerja seringan mungkin.

Kemudian faktor eksternal, di mana pengaruh masuknya budaya luar sangat membuat orang bahagia sehingga beradaptasi dengan budaya tersebut yang dianggap dapat menciptakan kesenangan.

"Tentu ini perlu adanya perhatian khusus terhadap perkembangan anak, baik itu keluarga maupun lingkungan pergaulan anak agar tidak terjerumus pada pergaulan menyimpang," kata Psikolog di Rumah Layanan Psikologi (RLP) itu.

Tak hanya orang tua, Endang juga menilai perhatian pemerintah tentang pendidikan juga sangat penting dan utama, perlu diperketat pada sistem pengawasan dan adanya evaluasi.

Selain hedonisme, Endang melihat juga ada beberapa faktor lain penyebab terjadinya prostitusi yang melibatkan anak di antaranya keluarga.

Keluarga adalah faktor utama dari semua persoalan ini, karena karakter dan pendidikan agama diterima dari dari keluarga atau menjadi madrasah pertama membentuk mental dan jiwa anak.

Kemudian, faktor ekonomi juga bisa menjadi dasar, pendidikan, lingkungan serta perdagangan orang.

"Lingkungan sangat perlu diperhatikan, karena di usia remaja anak mengalami transisi dan pencarian identitas diri, maka anak perlu diawasi ketat," kata dia.(sumber: suara.com)


 

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami