search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pengalaman Perjalanan Darat dari Jakarta ke Bali Tahun 1964 (2)
Sabtu, 13 Februari 2021, 15:10 WITA Follow
image

beritabali.com/pinterest.com/Pengalaman Perjalanan Darat dari Jakarta ke Bali Tahun 1964 (2)

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Bulan Januari 1964, Horst Henry Geerken, seorang warga Jerman yang bekerja di perusahaan telekomunikasi Jerman, melakukan perjalanan darat dengan mobil dari Jakarta ke Bali. Tujuan akhir perjalannya adalah proyek pembangunan Bandara Tuban (Ngurah Rai) di wilayah Badung, Bali. Seperti apa pengalaman perjalanannya? 

==========================================

(lanjutan bagian 1)

Keesokan paginya mereka berangkat menuju Banyuwangi untuk menyeberang ke Bali dengan  kapal feri. Waktu itu jalanan di Jawa Timur sangat buruk. Ada banyak pos militer di perbatasan sepanjang jalan. 

"Kami harus memutar dan menempuh perjalanan di antara perkebunan tebu. Di jalanan menuju Banyuwangi kami makin sering bertemu dengan truk yang penuh babi. Babi dimasukkan sendiri-sendiri ke dalam keranjang bambu yang besar. Pada masa itu babi adalah komoditas ekspor utama dari Pulau Bali. Babi dijadikan santapan untuk orang Cina di Singapura dan Pulau Jawa.

Tiba di Bali

Henry dan sopirnya mengalami masalah ketika menyeberang dengan kapal dari pelabuhan kecil Banyuwangi dari Jawa Timur menuju Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Mereka menunggu lama sebelum mobil dinaikkan ke kapal dengan teriakan-teriakan. 

"Begitu kapal bertolak, kami berhadapan dengan bahaya di selat ini. Ombak selat Bali tinggi. Sopir dan saya basah kuyup ketika tiba di Gilimanuk,"tulis Henry.

Baru berjalan beberapa kilometer, Henry sudah melihat Bali berbeda dengan Jawa. Di Bali, Jawa di sebut Jawi yang berarti jauh atau pulau yang jauh.  Pemandangan sawah yang bertingkat-tingkat jauh lebih indah di Bali. 

Kehidupan di desa biasanya terpusat di bawah naungan pohon beringin suci dan batangnya lebih besar daripada pelukan 20 laki-laki. Di sini mereka membeli, menawar, bergosip. Di sini pula mereka mencukur rambut, berteman, dan melerai permusuhan. Perempuan yang memangggul keranjang penuh dengan hasil kebun berjalan ke pasar untuk mencari nafkah.

Di luar rumah ada keranjang tenunan kasar yang berisi harta paling berharga dan dicintai laki-laki Bali yakni ayam petarung. Si pemilik ayam biasanya duduk sambi memijat dan menimang-nimang ayamnya agar kuat dalam pertarungan berikutnya. Dimana-mana di jalan, di luar rumah dan di bawah pohon beringin suci, terdapat sesajen yang ditaruh di dalam keranjang anyaman.

Perempuan dalam pakaian tradisional berdoa dan mencipratkan air yang sudah disucikan dengan gerakan tangan yang anggun. Patung penjaga pura yang dipahat dengan artistik di depan gapura dan pohon beringin diberi kain kotak-kotak warna hitam putih.

"Dalam perjalanan kami melewati sederetan gunung di sepanjang pulau dari barat ke timur. Setelah menempuh perjalanan yang berat selama seminggu dari Jakarta ke Bali, akhirnya saya sampai di tempat tujuan yakni pembangunan Bandara Tuban (Ngurah Rai),"kenangnya. (habis)
 

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami