search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kena Sanksi Adat, Rumah Ketut Warka Dipasangi Spanduk
Jumat, 4 Maret 2022, 18:10 WITA Follow
image

beritabali/ist/Kena Sanksi Adat, Rumah Ketut Warka Dipasangi Spanduk.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Sanksi Adat terhadap keluarga I Ketut Warka di Desa Taro Kelod, Kecamatan Tegallalang berlanjut. Jumat siang (4/3) krama Taro Kelod memasang spanduk di depan rumah. Bahkan menaruh sisa upacara pura di jeroan rumah.

Bendesa Taro Kelod, I Ketut Subawa menyatakan tanah yang dihuni I Ketut Warka dan keluarga merupakan tanah desa sesuai sertifikat. 

“Kami langsung pergunakan tanah itu untuk menempatkan material sisa karya,” ujarnya.

Sisa karya atau upacara agama yang dimaksud berupa taring semacam rangka kayu dan atap ilalang. Juga ada tangga, dan balai. 

“Tidak ada pengusiran, akses jalan tetap ada. Tapi jika tidak mengindahkan kami, akan lakukan paruman lagi untuk membahas pengusiran,” tegasnya.

Bendesa menerangkan awal masalah awal yang tidak terlepas dari sejarah Desa Adat Taro Kelod. Berawal dari 50 Kepala Keluarga (KK) yang kini berkembang menjadi desa adat dan keturunannya menempati karang ayah desa.  

Kemudian, karang ayahan milik I Sabit, diklaim oleh krama bernama I Ketut Warka. I Sabit yang termasuk krama kurang mampu ini digugat dan kalah di pengadilan. Sabit yang kalah diminta meninggalkan tanah tersebut oleh Warka. 
Padahal, tanah yang dihuni I Sabit adalah tanah desa adat. 

“Beliau menggugat lewat pengadilan melawan orang miskin, menggunakan saksi iparnya sendiri yang saat di pengadilan mengaku tidak ada hubungan keluarga. Dikatakan I Sabit baru tinggal di sana 25 tahun. Padahal setahu kami, saya sudah usia 52 tahun, saya lihat keluarga I Sabit sudah di sini,” ungkapnya.

Menurut Bendesa, pihak Warka, terlalu banyak melakukan kesalahan. Namun setiap teguran tidak pernah dihiraukan. Sehingga krama adat tidak bisa lagi mengajak yang bersangkutan sebagai krama Desa Adat Taro Kelod.  

Maka dari itu, tanah adat yang ditempati Warka terpaksa diminta kembali. Apalagi peringatan telah diberikan pihak adat sejak tahun 2019 lalu. 

“Jadi kami berikan hak bebas dari kewajiban. Sejak tahun 2019 sudah diberikan peringatan, tapi beliau tidak menghiraukan, bahkan tidak ada inisiatif mekrama,” ujarnya.

Sementara itu, keluarga I Ketut Warka, mengaku tetap bertahan di rumah itu. “Tidak ada tempat lagi. Saya tetap disini,” ujar menantu Warka, Ni Wayan Latri.

Latri mengaku tidak tahu apakah diizinkan keluar masuk rumah atau tidak. “Tidak tahu apa boleh keluar. Di belakang juga diempetin (ditutup, red),” ujar istri dari Wayan Gede Kartika, putra Warka.

Reporter: bbn/gnr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami