Apakah Mobil Listrik Layak Dibeli Saat Ini di Indonesia?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Sengatan mobil listrik kian terasa di kota-kota besar di Indonesia seiring dengan bermunculan dari sejumlah merek dan model di Indonesia harga mulai Rp200 jutaan hingga miliaran rupiah. Kondisi ini berbeda dengan beberapa tahun silam yang sepi mobil listrik ditemui di jalanan.
Konsumen mobil listrik itu sangat jelas, yaitu segelintir orang berkocek tebal yang ingin tampil beda. Fitra Eri, salah satu pengguna mengakui mengemudi mobil listrik mendapat kenikmatan tersendiri yang tidak bisa dirasakan orang banyak untuk sementara waktu. Pria karib disapa Fitra itu menjelaskan kendala muncul yaitu keterbatasan infrastruktur pengecasan.
Memang mobil listrik tentu tidak berhenti di harga terjangkau, dan berkontribusi terhadap kesehatan lingkungan. Faktor lain yang perlu diperhatikan saat ini adalah ketersediaan infrastruktur penunjang penggunaan kendaraan tersebut.
Kendati demikian, ia mengakui situasi itu tidak dirasakan selama 2 tahun memiliki mobil listrik. Sebab Fitra selalu mengecas baterai mobil listrik di rumah dan tidak pernah memanfaatkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Ia bercerita pengalaman tersebut kala menggunakan mobil listrik di Ibu Kota Jakarta. Fitra mengaku tidak pernah menempuh perjalanan jauh keluar kota dengan mobil listriknya.
"Kenapa, karena hampir 100 persen saya itu selalu cas di rumah. Keluar kota masih kurang. Tapi dalam kota kan ada rumah, rumah kita itu sumber energi. Jadi ngambil energi dari rumah buat mobil listrik. Sisa sedikit, isi, besok pagi penuh," kata Fitra kepada CNNIndonesia.com.
Memang sebaran SPKLU di Indonesia belum merata. Semua masih terpusat di kota-kota besar.
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah telah membangun 332 unit SPKLU yang tersebar di 279 lokasi publik sampai Juli 2022.
Misalnya di Sumatera baru ada tiga unit untuk tiga lokasi, Banten 15 unit untuk 12 lokasi, Jawa Barat 18 unit di 18 lokasi, Jakarta sebanyak 70 unit pada 50 lokasi, Jawa Tengah serta DIY 13 unit pada 13 lokasi.
Kemudian Jawa Timur, Bali, dan NTB 23 unit di 18 lokasi, lalu Sulawesi dan Maluku masing-masing ada satu unit untuk satu lokasi.
Sementara itu Direktur Program Indef Esther Sri Astuti menilai pembangunan infrastruktur pengisian baterai mobil listrik di Indonesia perlu digenjot supaya konsumen merasa nyaman berkendara.
"Siapkan infrastruktur agar masyarakat lebih senang menggunakan mobil listrik," kata Esther.
Di satu sisi, Esther meyakini infrastruktur bukan hanya faktor penentu masyarakat beralih dari menggunakan mobil konvensional ke mobil berbasis baterai. Kata dia, masyarakat perlu dirangsang dari sisi lain, misal subsidi maksimal supaya harga kendaraan listrik dapat lebih ditekan.
Untuk diketahui saat ini mobil listrik memang tersedia dari beragam lini dan kelas. Harga paling murah saat ini berada pada produk Wuling Air EV dengan bandrol di bawah Rp300 juta.
Air EV merupakan mobil listrik dengan kapasitas empat orang yang memiliki dimensi terbilang kecil sehingga tidak mampu mengakomodir rata-rata kebutuhan masyarakat.
"Beri subsidi untuk beli Mobil listrik agar harga Mobil listrik lebih murah dari harga mobil berbahan bakar fossil," tutur Esther
"Lalu subsidi ini tidak hanya untuk konsumen, tapi juga ke produsen sehingga mereka bisa memproduksi mobil listrik lebih banyak dengan harga yang lebih murah," ujarnya menambahkan.
Selain itu ia ingin agar konsumen juga diberikan kemudahan dalam perawatan kendaraan listrik seperti ketersediaan suku cadang terjangkau.
Masalah lain yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya mengesahkan tiga tipe colokan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) bagi kendaran bermotor listrik (KBL) berbasis baterai.
Ketiganya tipe colokan itu terdiri dari Type 2 AC Charging, DC Charging CHAdeMo, dan DC Charging Combo Type CCS2. Setiap merek memiliki model colokan berbeda yang harus dipenuhi pemerintah di setiap SPKLU supaya konsumen lebih percaya diri saat beraktivitas pakai mobil listrik.
Hemat biaya pajak tahunan
Fitra Eri yang juga pemerhati otomotif nasional tersebut mengatakan membeli mobil listrik saat ini "bisa saja tepat" asalkan tidak dijadikan sebagai kendaraan utama. Dengan kondisi keterbatasan infrastruktur pengecasan, ia menilai mobil listrik hanya tepat dijadikan kendaraan kedua, atau ketiga.
"Tapi kalau hanya untuk mobil kedua dan dipakai dalam kota sangat layak punya mobil listrik karena jauh lebih murah daru beli bensin," ucap Fitra.
Ia mengklaim, banyak manfaat saat menggunakan mobil listrik dibanding mobil konvensional. Pertama dari sisi pengeluaran pengisian daya baterai yang dibandingkannya jauh lebih terjangkau daripada isi bensin.
"Jauh sekali lebih rendah daripada beli bensin. Bayangin Ioniq 5, Rp500 ribu bisa sebulan lebih. Terus untuk Air EV Rp500 ribu bisa dua bulan tiga bulan kali. Tapi kalau isi bensin bisa 10 kali lipatnya," kata dia.
Kemudian dari pengenaan pajak tahunan. Fitra menjelaskan pajak tahunan mobil listrik jauh lebih terjangkau dari mobil konvensional.
"Gini di Jakarta yang saya bayar hanya 10 persen dari seharusnya. Kona EV punya saya dulu hanya Rp900 ribu setahun, Ioniq 5 ini mungkin dari Rp11 juta, hanya Rp1,1 juta setahun. Belum lagi di Jakarta, ganjil genap tidak akan kena," imbuh Fitra.
Pertumbuhan mobil listrik dan hybrid
Penjualan mobil kategori 'hijau' di Indonesia terpantau minim meski mengalami pertumbuhan sejak empat tahun terakhir. Pada tahun ini hingga Juli mobil elektrifikasi cuma mewakili 0,9 persen dari total penjualan mobil dalam negeri.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat kendaraan elektrifikasi yang termasuk mobil listrik murni (BEV), hybrid, plug in hybrid (PHEV) terjual 4.849 unit pada Januari-Juli 2022.
Penjualan BEV pada periode itu mencapai 626 unit, PHEV 10 unit, dan hybrid 4.213 unit. Total kontribusi kendaraan elektrifikasi sebesar 0,9 persen dari seluruh penjualan mobil sebanyak 561 ribu unit sampai Juli 2022.
Kendati cuma ribuan dan terlihat kecil, sebenarnya penjualan kendaraan elektrifikasi sudah melebihi total penjualan segmen ini pada 2021.
Selama 2021 mobil elektrifikasi terjual 3.205 unit atau 0,4 persen dari total pasar keseluruhan. Mobil hybrid merupakan kontributor penjualan mobil elektrifikasi pada tahun lalu yaitu 2.472 unit, sedangkan PHEV 46 unit, dan BEV 687 unit.
Penjualan mobil elektrifikasi pada 2021 tumbuh dari catatan total penjualan pada 2020 yaitu 1.324 unit (0,2 persen) dan pada 2019 sebanyak 812 unit (0,1 persen).
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan penjualan mobil elektrifikasi memang tumbuh di Indonesia. Peminatnya terus naik saban tahun.
"Hybrid sekarang mengalami peningkatan, begitu juga dengan BEV," kata Kukuh.
Walau begitu Gaikindo juga menyoroti mengapa penjualan kendaraan elektrifikasi masih tergolong kecil di dalam negeri. Salah satu alasannya dikatakan Kukuh karena harganya tinggi, ini tak sesuai dengan kelompok mobil berbahan bakar terlaris di Indonesia yang harganya di bawah Rp300 juta.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net