search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Djoko Pekik Tutup Usia, Seniman Lekra & Kontroversi Pameran di Amerika
Minggu, 13 Agustus 2023, 18:56 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Djoko Pekik Tutup Usia, Seniman Lekra & Kontroversi Pameran di Amerika

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Seniman lukis kenamaan Djoko Pekik mengembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (12/8) pagi. Maestro lukisan realis-ekspresifini wafat di usia 86 tahun di Rumah Sakit Panti Rapih, Kota Yogyakarta.

Djoko Pekik lahir di Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 Januari 1937. Dia lulus dari Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta pada 1962 dan berhimpun ke Sanggar Bumi Tarung.

Selama perjalanan hidupnya, almarhum dikenal dengan goresan kuasnya yang menggambarkan nilai-nilai kerakyatan dan kemanusiaan.

"Karena seniman dulu kan sandarannya benar. Jadi mungkin definisi seni itu yang fine punya kagungan atau kemaslahatan, yang hari ini mungkin kemanusiaan menjadi barang yang sangat mahal," kata seniman kondang Nasirun saat melayat Djoko Pekik di RS Panti Rapih, Kota Yogyakarta, Sabtu.

Nasirun memandang Djoko Pekik sebagai figur seniman yang peduli terhadap kesenian tradisi. Mendiang tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri, namun juga berkonsentrasi mengedepankan kerja kebudayaan.

Almarhum aktif menghadirkan ruang reriungan bagi sesama seniman. Senior dan junior menyatu di galeri miliknya. Pentas seni lengger ataupun Nini Thowong kerap kali disuguhkan dalam momen itu.

"Kerja kebudayaan dikedepankan bagaimana peduli terhadap kesenian tradisi. Dan enggak berjarak dengan karya-karya Pak Pekik itu dan yang ketika diwariskan hari ini supaya diteruskan agak kewalahan, memang eranya sudah jadi beda," beber Nasirun.

Sepak terjang Djoko Pekik sebagai seniman lukis tak lepas dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dianggap dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Nasirun mengungkap guyonan almarhum soal almarhum yang dituduh terkait gerakan 30 September 1965.

"Mungkin ada sesuatu yang lucu yang ketika Pak Pekik dituding seorang yang sosialis. Pak Pekik dengan berkelakar 'wong cita-cita saya kapitalis kok orang menuding saya Lekra', sosialis lah," kenangnya.

Seniman lukis Djoko Pekik disemayamkan di rumah duka, Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Sabtu (12/8). CNN Indonesia/ Tunggul
Kini, Djoko Pekik telah pergi. Momen-momen itu akan tetap terpatri dalam benak Nasirun. Tugasnya sekarang adalah menghidupkan pesannya untuk melanjutkan perjuangan berkesenian demi kemanusiaan.

"Yang almarhum selalu tekankan setiap ketemu: teruskan, teruskan," tutupnya.

Djoko Pekik dan Berburu Celeng

Kurator seni rupa Kuss Indartomenuturkan, Djoko Pekik adalah salah satu seniman penting karena berhasil menelurkan karya tonggaknya di kala banyak seniman lain tak mampu menciptakan masterpiece puncak.

Karya 'Berburu Celeng' ciptaan Djoko Pekik jadi monumental bukan cuma karena nilai Rupiahnya, namun juga sebagai penanda penting pergeseran kondisi sosial. Dari pemerintahan era Orde Baru ke fase reformasi.

Kuss mengiyakan soal kabar lukisan Berburu Celeng laku terjual Rp1 miliar. Tapi, di balik itu ada potong pajak dan lain sebagainya hingga nominal perolehan berdasarkan informasi yang dia dengar cuma kisaran Rp800 juta.

"Karya Pak Pekik menjadi suatu pemuncak transisi kondisi politik saat itu. Itu yang menurut saya salah satu hal yang paling diingat publik akan sosok Pak Pekik. Apalagi, Pak Pekik sebetulnya kalau di Lekra kan tidak memiliki posisi penting waktu itu, tapi karya-karyanya penting puluhan tahun setelah itu," kata Kuss saat dihubungi, Sabtu.

Jauh sebelum karya Berburu Celeng tercipta, Djoko Pekik pernah dibui tujuh tahun di penjara Benteng Vredeburg hanya karena tergabung dalam Lekra. Penangkapan itu terjadi saat Pekik berada di Jakarta.

Jika bukan karena campur tangan Presiden Sukarno, Djoko Pekik bisa saja diasingkan di Pulau Buru bersama seniman Yogyakarta lainnya. Sukarno meminta agar seniman tak dijadikan korban politik.

Kata Kuss, saat bebas dari penjara Djoko Pekik hidup di tengah keterbatasan finansial. Dia bisa saja menerima order melukis, tapi karena tak sejalan dengan pilihan kreatifnya, dia memilih jadi tukang jahit.

"Pak Pekik orang yang sangat selektif, bahkan soal material. Pak Pekik mending milih kualitas betul-betul tinggi. Umpamanya dia pakai merek cat minyak Rembrandt, meskipun dia minta koretan atau sisa dari Maestro Affandi. Dia cerita sendiri sebelum sukses," katanya.

Nama Djoko Pekik melambung lagi sebagai seniman lukis sejak kontroversi karyanya yang diikutkan di Pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS) tahun 1990-an. Kala itu keikutsertaan Djoko Pekik ditentang banyak seniman karena stigma 'seniman kiri' yang terlanjur melekat.

Akan tetapi, Kuss mengatakan saat itu kurator asal Negeri Paman Sam tak mau tahu dan tetap melibatkan Djoko Pekik. Alasannya, pameran KIAS saat itu menitikberatkan pada sejarah perjalanan seni di Tanah Air, bukan kondisi konflik emosional dan psikologis antarsenimannya.

"Akhirnya nama Pak Pekik melambung, banyak dicari, siapa sih kok sampai dijauhi para seniman-seniman yang nasionalis lah," bebernya.

Pasca KIAS, Djoko Pekik mengadakan berbagai pameran tunggal di sejumlah galeri. Namanya langsung booming hingga tahun 1998 dia mencapai momentum puncaknya lewat karya Berburu Celeng.

"Momentumnya tepat, gagasannya juga sangat kuat dalam karya itu," tegas Kuss.

"Di situ kan ada simbol orang yang nggotong celeng itu kan ada orang yang memakai sepatu lars, itu kaya simbol tentara. Orang pakai baju kuning, itu simbol Golkar yang jadi penyangga kekuasaan dan kekuatan Soeharto waktu itu. Dan orang-orang yang bertopeng, itu politisi-politisi yang mencari kesempatan dengan bertopeng sesuai dengan situasi saat itu," ungkapnya.

Dalih Djoko Pekik yang menafsirkan lukisan itu tak terkait situasi jatuhnya sebuah kekuasaan, melainkan penggambaran kebiasaan berburu celeng di Purwodadi, menurut Kuss, merupakan kesadaran Djoko Pekik sebagai seniman kiri. Seniman Lekra yang bermain dengan simbol dan eufemisme visual.

"Itu sangat kuat dan Pak Pekik adalah orang yang terlatih puluhan tahun bermain di zona simbol visual seperti itu," pungkasnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak keluarga, jenazah Djoko Pekik rencananya dimakamkan di Taman Makam Seniman Giri Sapto, Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY, Minggu (13/8) siang. Jenazah disemayamkan di rumah duka, Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami