Parta: Penggantian Nama Pantai Serangan Beri Peluang BTID Isolasi Pantai
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Perubahan nama Pantai Serangan yang kini menjadi Pantai Kura-Kura Bali menuai kontroversi di mata masyarakat Bali.
Sejak perubahan tersebut terjadi, banyak warga yang terkejut dan tidak terima dengan perubahan nama pantai yang sudah dikenal selama ratusan tahun itu. Terutama setelah nama baru tersebut muncul di Google Maps, menggantikan nama Pantai Serangan yang selama ini lekat dengan warga Bali.
Pantai yang terletak di Pulau Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Bali, kini dikaitkan dengan PT Bali Turtle Island Development (BTID), pengelola kawasan tersebut. Banyak pihak yang menyayangkan perubahan ini, menganggapnya sebagai langkah menuju privatisasi pantai yang selama ini menjadi akses publik. Pantai yang dikenal dengan keindahan alamnya kini dikhawatirkan akan terbatas aksesnya bagi masyarakat, khususnya warga lokal.
Seorang warga Bali, Budi Setyana, menyuarakan kekecewaannya lewat review di Google Maps. “Pantai Kura-Kura Bali atau Pantai Serangan?” tulisnya, diikuti dengan komentar lain yang mempertanyakan keberadaan nama Pantai Serangan. Banyak warga yang merasa bahwa perubahan ini merupakan bagian dari upaya untuk mengisolasi pantai, sehingga hanya segelintir orang yang bisa menikmatinya.
“Dulu pantai ini bisa diakses publik, tapi setelah ada investor, kini pantai ini menjadi area terlarang bagi masyarakat yang tidak mampu,” ujar Dion HMB, salah satu warga Bali. Hal ini menambah kekhawatiran masyarakat mengenai hak akses ke tempat umum yang kini seolah menjadi milik pribadi.
Tanggapan mengenai perubahan nama ini datang dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI, I Nyoman Parta. Dalam komentarnya, Parta menyatakan bahwa dalam dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), Pantai Serangan tercatat sebagai kawasan publik. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan nama ini bisa memberi peluang bagi PT BTID untuk mengisolasi pantai tersebut dari akses publik.
“Pantai harus tetap menjadi wilayah publik, akses ke pantai tidak boleh dibatasi. Jika ini dibiarkan, bisa menyalahi aturan perundang-undangan,” tegas Parta dalam pernyataannya di Denpasar.
Di sisi lain, PT BTID sebagai pihak pengelola menanggapi isu ini dengan membantah bahwa mereka sengaja mengganti nama Pantai Serangan. Zakki Hakim, Head of Communication PT BTID, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan nama resmi yang dilakukan oleh pihak mereka. Menurutnya, perubahan yang terlihat di Google Maps merupakan kesalahan penandaan yang terjadi pada saat acara World Water Forum (WWF) yang berlangsung pada Mei 2024.
"Nama Pantai Kura-Kura Bali yang terlihat di Google Maps sebenarnya berasal dari penandaan yang dilakukan panitia saat acara WWF. Kami tidak pernah mendaftarkan nama tersebut secara resmi, dan memang sejak awal, peta daring itu tidak mencantumkan nama Pantai Serangan," ujar Zakki.
Menurut Zakki, perubahan nama tersebut bukanlah upaya yang disengaja oleh PT BTID untuk mengganti nama yang sudah dikenal masyarakat. Ia menjelaskan bahwa siapa saja bisa memberikan penandaan di Google Maps, sehingga nama yang muncul bisa saja berasal dari pihak luar yang tidak berhubungan langsung dengan pengelola.
Namun, meskipun penjelasan PT BTID telah diberikan, perdebatan mengenai privatisasi pantai dan akses publik masih terus berlanjut. Warga Bali berharap agar pihak berwenang dapat segera menanggapi dan memastikan bahwa pantai yang menjadi bagian dari warisan alam Bali tetap dapat dinikmati oleh masyarakat luas tanpa pembatasan. (sumber: Mediaindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net