103 WNA Taiwan Pelaku Scamming di Tabanan akan Dideportasi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Safar Muhammad Godam mengancam deportasi 103 warga negara asing (WNA) asal Taiwan setelah digrebek di sebuah vila di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali, pada Rabu (26/7) karena diduga melakukan kejahatan scamming atau penipuan online yang korbannya adalah warga Malaysia.
"Ke depan, dalam waktu dekat kami akan lakukan langkah pendeportasian seluruh 103 WNA tersebut," kata Safar saat konferensi pers di Rudenim Denpasar, Jimbaran, Bali, Jumat (28/6).
Ia mengatakan kasus tersebut terungkap atas kerja sama jajarannya bersama Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI dan kepolisian Polda Bali dengan melakukan operasi Bali Becik.
Dari hasil penyelidikan tersebut, mereka menemukan peralatan ITE untuk melakukan kejahatan scamming, seperti 450 unit iPhone, 3 unit iPad, 3 unit monitor, 3 unit laptop, 1 unit Samsung A351, 1 unit handphone OPPO, 1 unit handphone VIVO.
Ada pula 1 unit handphone Redmi, 1 unit printer, 1 unit power supply, 1 boks charger dan kabel, 2 unit charger laptop, 4 unit router Indiehome, 1 unit router TP-Link, dan 13 unit kartu identitas.
Safar kemudian mengungkapkan alasan para WNA langsung dideportasi ke Taiwan, tanpa proses hukum terlebih dahulu. Ia menyatakan tak menemukan unsur-unsur untuk memenuhi persyaratan penyelidikan naik ke tingkat penyidikan.
"Di BAP disampaikan kegiatan mereka adalah kegiatan dengan target orang-orang yang ada di luar negeri yang di dalam pemeriksaan orang-orang yang berada di Malaysia," kata Safar.
"Sehingga, dapat dikatakan bahwa mereka melakukan kegiatan di Indonesia tetapi korbannya ada di negara lain, sehingga sulit sekali untuk terpenuhi unsur pidana di dalam hal seperti ini," Safar menjelaskan.
Ia juga menegaskan 103 WNA tersebut tidak berkaitan dengan sindikat judi online maupun penyelundupan orang ke luar negeri. Mereka berada di Bali sebagai scammer.
"Judi online kami juga tidak menemukan keterkaitannya. Tapi berdasarkan pemeriksaan mereka melakukan kegiatan scamming atau penipuan namun korban penipuan adalah warga asing. Untuk penyelundupan manusia kami pastikan tidak ada," ungkapnya.
Sementara itu, Arief Eka Riyanto selaku Ketua Tim Pengawasan Ditjen Imigrasi mengatakan 103 WNA datang ke Indonesia menggunakan visa Izin tinggal terbatas (Itas) dan visa kunjungan (ITK) dan visa on arrival (VoA). Mereka kemudian disebut berkegiatan di Indonesia cukup lama dan berpindah-pindah tempat sehingga sulit dideteksi.
"Beruntungnya kami pada saat penggerebekan kami dibantu tim dari Bais TNI untuk memantau kegiatan mereka. Dan ada kecurigaan dari kepala lingkungan yang menyampaikan kepada teman-teman di intelijen terkait dengan identitas mereka yang tidak seusai," ungkap Arief.
Sedangkan vila yang ditempati WNA itu milik warga Indonesia atau warga lokal. Vila-nya cukup luas terdiri dari beberapa kamar dan tiga lantai dan bahkan ada rubanah.
"Jadi bisa menampung mereka. Kegiatan mereka saat kami melakukan pengamanan mereka beraktivitas duduk di satu ruangan secara bersamaan dengan menggunakan alat bukti ITE," ujarnya.
Kemudian, terkait otak atau pentolan para WNA ini berada di luar negeri dan mereka bekerja secara remote working yang dikontrol dari luar negeri.
"Pentolan mereka bekerja secara remote dari luar menggunakan komunikasi by handphone," tuturnya.
"Untuk kedatangan mereka bervariasi tidak secara bergerombol, tidak secara masif datang ke Indonesia, tapi satu per satu atau kelompok-kelompok kecil mungkin 3 atau 5 orang dari berbagai airport di Indonesia."
"Mereka datang secara bertahap dari 2023 dan 2024, untuk visa-nya masih berlaku sampai saat ini," ujarnya. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Robby
Reporter: bbn/net