search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Asal Usul Leluhur Desa Kedisan, Abang, Trunyan, dan Songan
Sabtu, 24 Juni 2017, 11:37 WITA Follow
image

ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BANGLI.

Beritabali.com, Bangli. Warga Desa Kedisan, Abang, Trunyan, dan Songan (Batur) Bangli disebut berhubungan saudara lewat beberapa kisah. Salah satunya cerita versi Desa Trunyan. 
 
Menurut legenda, ini berkaitan dengan kisah pencarian Pohon Taru Menyan yang keharumannya hingga ke Pulau Jawa. Cerita ini dirangkum Thomas A. Reuter dalam bukunya Custodians of The Sacred Mountains. 
 
[pilihan-redaksi]
Dikisahkan, Raja Solo mengirimkan empat orang anaknya ke Bali untuk mencari sumber minyak wangi aneh yang keharumannya mencapai sejauh istananya di Jawa Tengah. 
 
Ketiga orang saudara laki-laki dan perempuan yang paling muda mengikuti bau yang tidak begitu keras itu. Bau itu berasal dari sebuah pohon kapur barus (taru menyan) yang terdapat di Trunyan, di tepi Danau Batur yang jauh. 
 
Ketika mereka pada akhirnya sampai di danau itu, saudara perempuan mereka yang paling muda memutuskan untuk tinggal di Pura Dewi Danu dengan tempat keramat bernama Ratu Ayu Mas Makateg.
 
Saudara-saudara laki-laki itu meneruskan perjalanan mereka di sepanjang tepian danau. Yang paling muda tinggal di Kedisan, terpesona oleh bunyi seekor burung dan yang kedua di Abang Dukuh, terpesona oleh pertemuan dengan dua orang perempuan. 
 
Saudara laki-laki yang paling tua marah karena sikap mereka yang tidak serius dan tidak menemaninya lebih lanjut . Sendirian ia melanjutkan misi itu an pada akhirnya mencapai pohon kapur barus yang suci di Trunyan. 
 
Ia mendapati di sana tinggal seorang gadis dengan saudara laki-lakinya kembarnya yang banci. Mereka merupakan anak-anak seorang dewi yang dihamili oleh matahari. 
 
Pangeran itu diliputi oleh syahwat dan meminta izin kepada saudaranya untuk mengawini gadis itu. Perkawinan itu diperkenankan dengan syarat bahwa tetap tinggal di Trunyan [nyeburin, perkawinan yang menurut kehendak istri] untuk menjadi pendiri desa itu dan menjadi leluhur rakyatnya. 
 
Ia kemudian dikenal oleh orang-orang desa sebagai Ratu Sakti Pancering Jagat dan istrinya sebagai Ratu Pingit Dalam Dasar. [wrt]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami