Mendesak, Evaluasi Pelaksanaan Otda
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Jusuf SK menegaskan, evaluasi dari pelaksanaan otonomi daerah (otda) kabupaten/kota di Indonesia mendesak untuk dilakukan.
Tujuannya mengetahui, berapa kabuapten/kota yang sudah melaksanakan UU otda dengan bagus, dan berapa yang buruk dalam implementasinya.
Sampai sekarang belum pernah dilakukan evaluasi, sehingga tidak bisa melakukan penilaian, apakah pelaksanaan otda sudah baik atau belum,ujar Jusuf SK, di sela-sela acara pertemuan 12 walikota anggota Apeksi wilayah IV, di Sanur Denpasar, Kamis (29/11).
Menurut Jusuf, kalau dilakukan evaluasi, maka dari 446 kabupaten/kota di seluruh Indonesia akan diketahui, misalnya berapa kabupaten/kota yang sudah mampu melaksanakan otda dengan nilai A (sangat mulus), yang kurang (C), bahkan yang
buruk misalnya dengan nilai D.
Jadi, kuncinya, adalah perlu segera ada evaluasi, dengan menggunakan parameter yang disepakati pemerintah Pusat dan para gubernur, tandas Jusuf.
Menurut Jusuf, tak sedikit contoh pelaksanaan otda yang brilian ditemukan di daerah, misalnya kabupaten Jembrana di Bali, yang dikenal dengan penerapan kebijakan JKJ (jaminan kesehatan jembana), dan juga organisasinya yang ramping.
Selain Jembrana ada juga kabupaten Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. Bukan saya yang mengatakan ini, tapi para pakar otonomi daerah seperti Ryas Rasyid, termasuk pejabat tinggi Pusat yang sempat berkunjung ke Tarakan,ujar Jusuf.
Waktu mencuat kasus Ambalat, banyak pejabat yang berkunjung ke Tarakan kaget dengan kemajuannya. Selama enam tahun, Tarakan yang sebelumnya gelap, kumuh telah mampu berubah menjadi cikal bakal Singapura kecil di Indonesia.
Dalam pendapatan per kapita Tarakan, kata Jusuf, malah lebih tinggi dari Indonesia. Yakni mencapai US $ 1.500, sementara Indonesia US $ 1.100. Sebagai perbandingan dengan negara tetangga, Malaysia mencapai US $ 6.000, dan Singapura
bahkan sudah mencapai US $ 28.000.
Menjawab pers, Jusuf mengatakan, ke-tidak-konsistenan atau sering berganti-gantinya undang-undang dinilai sangat menghambat dalam implementasi otda.
Kita merasa perubahan atau pergantian sikap pemerintah pusat dengan aturan-aturan yang mendadak itu lebih dahsyat dari tsunami, ujar Jusuf.
Tidak happy dengan otda, padahal ini perintah UUD tentang otda. Kita sudah lakukan upaya bertemu Bapak Presiden, wakil presiden, dan menteri-menteri, tapi kita tak punya power (kekuatan, red). Kekuasaan ada di Pemerintah Pusat,ujar Jusuf.
Reporter: bbn/ctg