search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kedudukan Dewan Harus Direformasi
Kamis, 17 April 2008, 16:06 WITA Follow
image

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kedudukan anggota dewan di DPR RI, DPRD, maupun DPD, perlu direformasi. Sebagai wakil rakyat, kerja-kerja anggota dewan justru tidak bisa dikontrol oleh konstituennya. Keberadaan fraksi di lembaga legislatif juga diusulkan untuk dihapus. Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Ronald Rofiandri menjelaskan, reformasi terhadap lembaga legislasi menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting bagi Indonesia. Pasalnya, kedudukan lembaga legislasi belum memberi tempat bagi masyarakat yang ingin melakukan kontrol atas kinerja dewan.

“Partisipasi masyarakat dalam pemilu biasanya hanya sebatas memilih calon di ruang sempit TPS (tempat pemungutan suara). Tidak ada ruang bagi masyarakat untuk mencermati kinerja dewan,” ujar Ronald kepada wartawan pada media briefing terkait Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan DPR, DPRD dan DPD (RUU Susduk) di Denpasar, Kamis (17/4). Ronald mencontohkan hasil-hasil kunjungan kerja dewan ke daerah-daerah bahkan ke luar negeri, yang tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat. Sebaliknya, lembaga legislatif lebih banyak mengeluarkan kebijakan kontroversial.

“Misalnya, dewan lebih sering melakukan kunjungan kerja. Anggota dewan melakukan suap. Ini harus jadi perhatian tersendiri sehingga rakyat bisa meminta akuntabilitas anggota dewan,” tegasnya. Keberadaan RUU Susduk, menurut Ronald, memegang peran penting untuk mencermati kinerja anggota dewan. Karenanya, masyarakat harus memberikan banyak gagasan positif untuk RUU Susduk yang kini sedang dalam pembahasan di DPR RI.

Undang Undang Susduk nomor 22 Tahun 2003 yang kini tengah berlaku dinilai sangat menguntungkan keberadaan anggota dewan. Selain tidak membuka ruang kepada publik untuk memberi masukan kritis, UU Susduk yang berlaku juga memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada anggota dewan. “Kacaunya, DPR punya kekuasaan untuk membuat UU sehingga mereka menggunakan kekuasaannya untuk membahas RUU Susduk untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri,” keluh Ronald.

Direktur Indonesian Parliamentary Center Sulistyo bahkan mengusulkan agar keberadaan fraksi di DPR dihilangkan. Pasalnya, keberadaan fraksi di dewan cenderung menjadi alat kekuasaan bagi anggota dewan. “Ketimbang ikuti konstituennya, mereka (anggota dewan) lebih takut pada fraksinya,” tegasnya. Di banyak negara, setiap anggota dewan memang berkelompok, namun bukan berdasarkan partai. “Karena disitu jelas, dari mulai masuk sudah tergantung partai, di dalam tergantung pada partai, jadi lebih takut dengan partai dari konstituennya,” keluh Sulistyo.

Dalam rangka menjaring lebih banyak masukan terkait RUU Susduk, sejumlah organisasi non pemerintah (Ornop) yang tergabung dalam Koalisi Ornop untuk perubahan paket UU Politik, berencana menggelar diskusi RUU Susduk di Inna Bali Hotel Denpasar, Jumat (18/4). Diskusi ini rencananya diikuti kalangan partai, anggota dewan, akademisi, ornop, dan mahasiswa. Hadir pula sebagai pembicara, Ketua Pansus DPR RI untuk RUU Susduk, Ganjar Pranowo. 

Reporter: bbn/sin



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami