search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Cuaca Buruk, Nelayan Masih Takut Melaut
Jumat, 22 Januari 2010, 18:33 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Sejak dua minggu belakangan ini cuaca di perairan Selat Bali tidak juga membaik. Kencangnya hembusan angin dan tingginya gelombang membuat nelayan Jembrana masih enggan mempertaruhkan nyawanya untuk melaut

Ketakutan untuk melaut ini tidak hanya dialami oleh nelayan yang mencari ikan dengan perahu kecil. Nelayan yang mengoperasikan perahu besarpun merasakan hal yang sama.

Sumardi (36), nelayan warga Dusun Ketapang Muara, Pengambengan, Negara ketika ditemui, Jumat (22/1) mengungkapkan dari pantai memang gelombang tampak tidak terlalu besar, namun saat di tengah laut ketinggian gelombang di Selat Bali mencapai 4 meter yang sangat berbahaya bagi keselamatan nelayan.

Dari pantai kelihatannya tidak begitu tinggi tapi ketika di tengah laut sangat terasa. Dua hari lalu jukung saya hampir terbalik, syukurlah saya masih bisa menyelamatkan diri, ungkapnya. Kapok melaut dengan jukung, Sumardi mengaku sempat bekerja sebagai ABK pada sebuah perahu besar di Pengambengan.

Ternyata perahu besar juga tidak berani melawan keganasan ombak dan terpasa harus balik kanan dengan tagan hampa, ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Nur (40). Menurut nelayan warga Dusun Puana, Tegal Badeng Barat, Negara ketinggian gelombang di Selat Bali malah mencapai 5 meter.

Daripada beresiko lebih baik istirahat dulu, gelombang masih sangat tinggi terutama saat masuk ke tengah bahkan mencapai lima meter,” tandasnya. Untuk menyambung hidup, imbuh Nur, kebanyakan nelayan mencari pekerjaan lain. Ada yang menjadi buruh bangunan atau bekerja serabutan. Biar dapur tetap ngebul, ujarnya.

Peralihan pekerjaan juga diakui Mulyadi (45). Nelayan warga Pengambengan, Negara ini terpaksa alih profesi menjadi buruh
bangunan.

Ketimbang menganggur saya bekerja sebagai pengayah (pembantu) tukang agar ada uang masuk untuk menyambung hidup, ujarnya sambil tersenyum. Lantaran buruknya cuaca. Mulyadi mengaku mengalami penurunan penghasilan yang cukup drastis. Jika melaut saya bisa dapat Rp. 50 ribu sampai Rp. 75 ribu sehari tapi kalau kerja serabutan tidak dapat segitu, tandasnya.

Karena lama tidak melaut, perahu-perahu nelayan yang diparkir di tepi pantai dijadikan tempat bermain anak-anak. Mereka tampak asyik mandi di laut sambil sesekali melompat dari ats perahu nelayan. 

Reporter: bbn/ctg



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami