search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Bali Bukan Bali Tanpa Anjing
Sabtu, 1 Juni 2013, 19:01 WITA Follow
image

YouTube.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Dunia mengenal Bali sebagai pulau yang indah di mana adat dan keagamaan menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hampir semua aktivitas masyarakat Bali berhubungan dengan spiritualitas.

Hampir di seluruh tempat selalu ada ruang untuk memuja. Dan, setiap hari ada  saja acara ritual yang digelar untuk para Dewa sebagai manifestasi Tuhan.  Karena itu orang luar menjuluki pulau ini dengan “Pulau  Dewata” atau “The Island of Gods”.

Tapi Dr. Lawrence Blair, Antropolog asal Inggris yang telah lebih dari seperempat abad menghabiskan usianya di Indonesia melihat dari kacamata lain. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bali pada tahun 1965, ia melihat Bali dipenuhi dengan ribuan anjing.

Anjing-anjing itu  berkeliaran di setiap ruas jalan di Bali.  Saat itu, jika pergi malam hari seorang diri  suasana begitu gelap dan anda pasti dikepung dan digonggong oleh puluhan anjing liar. Melihat hal itu, terbersit dalam benak Lawrence bahwa selain sebagai Pulau Dewata (The Island of Gods), Bali ternyata juga pulaunya anjing (The Island of Dogs). Sejak saat itu Lawrence berpikir bahwa suatu saat dia akan membuat film tentang Bali sebagai pulaunya Anjing.

Demikian terbetik dalam diskusi dengan Dr. Lawrence Blair dan Dean Allan Tolhurst, sesaat seusai pemutaran film dokumenter karya mereka “Bali Island of The Dogs”, di Nabhesima Creative Space, Penatih, Denpasar, Jumat (31/05) yang lalu.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Marie Ekaristi itu, juga terungkap bahwa Anjing Kintamani dan Anjing Bali yang liar merupakan “kekayaan” Bali yang harus dijaga. Itu karena anjing ini memiliki gen yang sangat kuat yang dekat dengan gen leluhurnya.

“Berbeda dengan anjing-anjing ras lain yang sudah sulit dikenali asal-usul genetikanya,” papar Larence.

Menurut Lawrence hanya ada tiga ras anjing di dunia yang memiliki kondisi demikian yakni Australian Dinggo (Australia), Singing Dog (New Zealand) dan Anjing Kintamani (Bali Street Dog) sendiri.

Dalam film dokumenter berdurasi 55 menit tersebut Lawrence dan Dean memaparkan secara komprehensif segala hal ikhwal mengenai anjing di Bali, dari sejarahnya, posisinya di tengah masyarakat, perkembangannya, hingga ke perlakuan pemerintah setelah wabah rabies merebak di Bali.

Mengenai eliminasi ribuan anjing liar di Bali saat merebaknya wabah rabies, melalui filmnya Lawrence dan Dean mengatakan bahwa Bali akan kehilangan banyak hal jika Anjing Kintamani (Bali) dibunuhi besar-besaran, apalagi sampai punah.  

 



Selain berkaitan dengan gen-nya yang langka, kerugian lain yang mungkin timbul jika Anjing Kintamani (Bali Street Dog) diberantas dan punah adalah merajalelanya tikus dan merebaknya wabah pes, sebab menurut amatan Lawrence, pada masa lampau, selain berguna untuk menjaga kampung, anjing liar di Bali juga berguna untuk menangkapi tikus-tikus yang mengganggu areal persawahan. 

Reporter: bbn/ctg



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami