Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Rp. 213 Miliar Pajak Rokok di Bali Mengendap di Bank

Minggu, 9 Agustus 2015, 18:50 WITA Follow
Beritabali.com

beritabali.com/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Sebanyak Rp 250 trilun pajak rokok di pusat ternyata mengendap di sejumlah bank dan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah. Sementara pajak rokok di Bali mencapai Rp 213 miliar pertahun juga mengendap di bank. Padahal, pajak yang dihimpun dari para perokok itu harusnya bisa digunakan untuk pencegahan dan promosi kesehatan.
 
Hal itu disampaikan Yandiman, pejabat dari Direktorat Pendapat Daerah Kementerian Dalam Negeri bersama peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdillah di Denpasar, Sabtu 8 Agustus 2015.
 
"Persentase perokok di Bali paling rendah dibanding daerah lain yang mencapai sekitar 30 persen dan perokok tertinggi di NTT yakni hampir 50 persen masyarakatnya perokok," ujarnya
 
Menurut Yandiman jika pemanfaaatan dana pajak rokok, sebagaimaa diatur dalam Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 di mana minimal 50 persen dana tersebut dipakai untuk mendukung program kesehatan. Dan sesuai aturan maka dana pajak rokok itu, bisa dimanfaatkan baik oleh provinsi maupun kabupaten dan kota.
 
"Dari total dana pajak rokok itu, minimal 50 persen bisa dipakai untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan hingga unit-unit Puskesmas. Itu dasar hukumnya ada, kementerian kesehatan bukan kementerian kesakitan, jadi sebaiknya dana itu diutamakan untuk dana pencegahan bukan hanya bagi yang pesakitan," ucap Yandiman.
 
Untuk itu, Yandiman berharap masing-masing daerah merancang program kegiatan yang arahnya untuk bidang kesehatan termasuk didalamnya program pengendalian tembakau maupun promosi kesehatan lainnya. Dalam penggunaan pajak rokok itu, selain satpol PP, ia juga berharap agar melibatkan peran serta masyarakat dan berinovasi bersama sejumlah LSM maupun ormas setempat.
 
 
"Kampanye agar masyarakat mengawasi dan melaksanakan KTR. Dana yang cukup besar bersumber dari pendapatan cukai rokok itu, harus dimanfaatkan dengan baik, jangan sampai justru terparkir di bank. Dana pajak rokok ini sebaiknya dikelola forum kota sehat," pintanya.
 
Sementara, peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdillah menambahkan jika pajak cukai rokok yang dipungut pusat dan kemudian dikembalikan ke daerah itu sehingga harus dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan masyarakat utamanya bidang kesehatan.
 
"Harus diingat, bahwa pajak rokok mencapai Rp 11 Triliun lebih tiap tahunnya itu sejatinya yang besar berasal dari masyarakat perokok, jadi bukan dari perusahaan pabrik rokok. Itu duit rakyat yang berumber dari masyarakat yang perokok. Jangan sampai masyarakat berterima kasih pada pabrik rokok," ungkapnya.
 
Menurutnya, sepanjang dimanfaatkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dalam arti luas termasuk apsek pencegahan dan pengendalian tembakau, hal itu tidaklah menjadi masalah. Pemerintah kabupaten dan kota diminta jangan takut memanfaatkan dana pajak cukai rokok yang cukup besar itu untuk mendanai program kegiatan bidang kesehatan termasuk untuk kegiatan pengendalian tembakau. Namun, pihaknya mengingatkan, agar dana-dana cukup besar itu jangan disalahgunakan atau melanggar aturan. Meski begitu, ia berharap semua pihak tidak usah takut menggunakannya asal sesuai aturan yang ada dan tidak perlu harus menunggu petunjuk teknis atau juklak.[bbn/dws]
Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami