search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (11): Konflik Internal Sutedja dan Mantik di PNI Provinsi Bali
Kamis, 20 September 2018, 09:12 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Insiden Bali banjir darah periode 1965-1966 merupakan pelajaran sangat berharga bagi penerus Bangsa Indonesia. Salah satu pemicu yang paling menonjol setelah Gerakan 30 September 1965 di Jakarta, adalah konflik internal antar sesama pemeluk Agama Hindu yang taat di Partai Nasional Indonesia (PNI) Provinsi Bali.
 
[pilihan-redaksi]
Konflik berupa perebutan kekuasaan dan pengaruh yang kemudian berubah menjadi bentuk pelampiasan rasa gengsi, keserakahan, kerakusan, iri, dengki, sakit hati yang berimplikasi pada aksi pengusiran, pembunuhan, perampokan, perkosaan terhadap kelompok manusia yang tidak berdosa, dengan mengatasnamakan pemberantasan Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga ke akar-akarnya.
 
Tragedi politik di Provinsi Bali sangat tidak layak dijadikan contoh bagi generasi penerus Bangsa Indonesia. Selama beberapa bulan, pasukan maut milisi menyusuri desa-desa dan menangkap orang-orang yang diduga PKI. Antara Desember 1965 dan awal 1966, tidak kurang 80.000 hingga 100.000 orang di Propinsi Bali dibantai, atau 5 persen dari populasi Pulau bali saat itu. Korban pembunuhan, perampokan, dan perkosaan di Bali dengan dalih menumpas PKI, merupakan populasi terbanyak darri daerah manapun di Indonesia jika dihitung dari populasi penduduk.
 
Buku "Nasib Para Sukarnois: Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja, 1966, yang ditulis oleh penulis Aju menyebutkan, pembantaian di Propinsi Bali merupakan yang paling buruk dalam sejarah kekerasan politik di Indonesia. Bermula tahun 1950, sebagai salah satu pejuang kemerdekaan, Anak Agung Bagus Sutedja (27 tahun) ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Kepala Daerah Bali, yang saat itu masih berstatus Provinsi Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT).
 
[pilihan-redaksi2]
Periode jabatan pertama Anak Agung Bagus Sutedja sebagai Kepala Daerah Tingkat I Bali berakhir tahun 1958. Pada tahun 1958, ketika Bali resmi menjadi provinsi otonom, Anak Agung Bagus Sutedja kalah dalam perolehan suara melawan I Nyoman Mantik (sesama pejuang kemerdekaan) di dalam sidang paripurna pemilihan Kepala Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Tingkat I Bali. Anak Agung Bagus Sutedja dan I Nyoman Mantik, sama-sama kader terbaik Partai Nasional Indonesia (PNI) di Propinsi Bali.
 
Karena Presiden Soekarno menilai Anak Agung Bagus Sutedja lebih cerdas dan selalu beriringan dengan keinginan pemerintah pusat dalam tata kelola pemerontahan, perolehan suara terbanyak bagi Nyoman Mantik sama sekali tidak dijadikan pertimbangan. Anak Agung Bagus Sutedja ditetapkan Presiden Soekarno sebagai Gubernur Bali periode kedua, berdasar Surat Keputusan Presiden Soekarno, Nomor 412/M Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Anak Agung Bagus Sutedja dilantik menjadi Gubernur Bali di Denpasar, tanggal 5 Desember 1959 yang dicatat sebagai Gubernur Bali pertama. (Tim Beritabali.com/Bersambung)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami