Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (2): Situasi Politik Gawat, Sekolah Ditutup
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Pasca 1 Oktober 1965, suasana di wilayah Bajera dan sekitarnya mulai memanas. Pak Dedeh, Kepala Sekolah Putu meminta murid agar tenang. Pak Dedeh juga melarang kegiatan "kampanye" di jam istirahat. Pak Dedeh menjelaskan situasi di Jakarta tidak menentu.
Warung tempat berkumpul orang-orang PKI di Desa Brembeng dirobohkan massa. Selain itu, sekitar sepuluh rumah orang PKI juga dirobohkan massa. Rumah dirobohkan oleh massa PNI dari luar Desa Brembeng. Sedangkan massa PNI Desa Brembeng menghancurkan rumah orang PKI di desa lain.
Di bangku sekolah, suasana juga ikut memanas. Mulai terjadi gesekan antara siswa simpatisan GSNI (afiliasi PNI) dan IPPI (afiliasi PKI). Ketegangan kecil terus berulang di sekolah Putu.
Ketegangan akhirnya terasa dimana-mana. Tentara mulai banyak datang dan ditempatkan di rumah kosong di sebelah kantor PNI. Sekolah tetap seperti biasa, tapi murid mulai jarang terutama yang dikenal sebagai pentolan IPPI.
Di malam hari, orang-orang PNI bergerombol di jalanan bahkan tidur di jalan. Mobil sudah jarang sekali terutama di malam hari. Cerita pembunuhan PKI di desa lain terus beredar. Dan di suatu pagi, Putu melihat sendiri orang sekarat berlumuran darah yang akan dibawa ke markas tentara di dekat kantor PNI.
Hari-hari berlalu dengan ketegangan. Mobil umum sudah jarang yang lalu lalang. Kebanyakan mobil jip tentara. Ada yang membawa orang diborgol, ada yang sudah babak belur, dan ada yang sudah nyaris meninggal dunia. Orang-orang PKI yang kena "garis" dikubur (ditimbun) secara sederhana.
Suatu pagi, Putu melihat remaja sebayanya tergeletak di depan rumah yang ditempati tentara. Ternyata remaja yang sekarat itu adalah murid SLUB dari IPPI (afiliasi PKI) yang suka berpidato dalam acara "kampanye" di sekolah. Dua orang tentara kemudian menggotong siswa yang sekarat itu dan melemparkannya ke atas mobil jip. Jip kemudian bergerak ke arah barat menuju pantai untuk "membuang" anak itu.
Situasi semakin gawat. Pemerintah memutuskan menutup sekolah. Murid-murid dikembalikan ke orang tua masing-masing. Putu Setia kemudian pulang ke rumahnya di Desa Pujungan dengan menumpang truk. Di Desa Ampadan, truk distop tentara. Dua tentara masuk memeriksa surat-surat. Penumpang truk semua ketakutan.
Baca juga:
Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (20-Selesai): Perlu Rekonsiliasi Antar Semua Kekuatan Nasional
"Ini siapa? PKI apa Marhaen?" ujar tentara menujuk penumpang.
"Ini penduduk desa saya,"ujar Putu.
Tentara akhirnya mengijinkan truk dan penumpang lewat. Truk berjalan, rasa takut penumpang hilang. Dua penumpang lelaki dalam truk memeluk Putu dengan haru. (Tim Beritabali.com/Bersambung)
Reporter: bbn/rls