search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (10): Kisah PKI Kebal Peluru dan yang Mati Usai Nyanyi Indonesia Raya
Rabu, 19 September 2018, 09:12 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kisah kelam pembantaian orang-orang yang dituding anggota atau simpatisan PKI juga terjadi di Kabupaten Bangli. Seperti yang disampaikan Made Suganda, yang saat itu baru duduk di bangku SMP kelas 1 di Kota Bangli.
 
[pilihan-redaksi]
Made Suganda yang waktu itu tinggal di Kelurahan Kawan, mengaku cukup sering melihat hal-hal sadis yang berhubungan dengan pembunuhan orang-orang yang dituduh anggota Parta Komunis Indonesia (PKI). Meski baru duduk di kelas 1 SMP, Made mengaku sering melihat eksekusi para anggota PKI dari jarak yang cukup dekat.
 
"Pernah saya melihat dua orang pemuda yang dituding PKI, berjalan menuju Rumah Sakit Bangli, bagian kepalanya terlihat habis ditebas senjata tajam, darah bercucuran dari kepala dua pemuda yang berumur sekitar 25-30 tahun itu, bahkan bagian otak salah satunya kelihatan "klebut-klebut", tapi anehnya mereka masih hidup," kenang Made.
 
Made kemudian mendengar cerita bahwa kedua pemuda ini akhirnya dihabisi tameng di kamar jenazah rumah sakit Bangli. Cerita seram lainnya yang diceritakan Made adalah soal eksekusi orang-orang PKI yang dilakukan di kuburan area Banjar Kawan Bangli. Made sering melihat orang-orang PKI yang akan dieksekusi ternyata kebal dari tembakan peluru atau bacokan senjata tajam. Meski sudah ditembak berulang kali di bagian dada dan perut, namun orang-orang PKI yang akan dibunuh tak kunjung meninggal dunia.
 
"Sampai sampai tamengnya (algojo) kewalahan dan mengatakan 'sukeh sajan ngitungang jeleme ne (susah sekali menangangi orang PKI yang kebal ini)," kenang Made.
 
Orang PKI yang kebal tembakan peluru, akhirnya meminta kepada algojo agar berhenti menembaknya.
 
"Sampunang tiang tembake, tusuk gen (jangan saya ditembak, tusuk saja)," ujar salah satu orang PKI yang akan dibunuh, tutur Made.
 
[pilihan-redaksi2]
Akhirnya orang PKI laki-laki yang kebal tembakan peluru tersebut tewas setelah ditusuk tameng di bagian alat kelaminnya (penis). Cerita lainnya tentang eksekusi adalah pada saat eksekusi salah satu pentolan PKI di Bangli. Sebelum dibunuh oleh Tameng dari PNI, tokoh PKI Bangli ini meminta ijin untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Usai menyanyi Indonesia Raya, tameng langsung membunuh tokoh PKI ini dengan tusukan pedang.
 
Saat pembunuhan anggota PKI tahun 1965, Made Suganda juga mengaku kehilangan salah satu gurunya di SMP yang bernama Wagiman, yang merupakan guru seni suara dan seni gambar. Wagiman, guru asal Solo, yang baru saja menikah 'diambil' dan kemudian dibunuh bersama istrinya. Wagiman dibunuh karena tergabung dalam LEKRA, yakni Lembaga Kebudayaan Rakyat, sebuah organisasi kebudayaan sayap kiri yang dekat dengan PKI. 
 
"Wagiman ini orangnya sangat baik, pintar, ramah, sangat bagus saat mengajar siswa di SMP. Saat peristiwa 1965, ia baru saja menikah, dan bersama istrinya ia dikumpulkan di balai warga dan kemudian dieksekusi,"kenang Made Suganda. (Tim Beritabali.com/Bersambung)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami