Korupsi Dana Kematian, Oknum PNS Jembrana Terancam Seumur Hidup
Rabu, 4 April 2018,
19:05 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Terdakwa kasus dugaan korupsi santunan kematian fiktif di Kabupaten Jembrana, jalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, pada Rabu (4/4).
[pilihan-redaksi]
Terdakwa Indah Suryaningsih (48), merupakan Pengawai Negeri Sipil (PNS) bagian Seksi Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Kessosnakertrans) Jembrana.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana Ni Wayan Mearthi dan Ni Ketut Lilik Suryanti, terdakwa dijerat dengan dua pasal.
Dalam dakwaan primer, terdakwa diduga melakukan pelanggaran pasal 2 ayat 1 jo pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Sementara dalam dakwaan subsider, terdakwa dituding melanggar Pasal 3 UU yang sama dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
Dihadapan majelis hakim diketuai I Made Sukraini, JPU menguraikan bahwa terdakwa Suryaningsih diduga melakukan korupsi dana santunan kematian bagi warga yang berkartu tanda penduduk Kabupaten Jembrana pada Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten Jembrana pada tahun 2015.
Perbuatan terdakwa Suryaningsing tersebut dilakukan bersama beberapa tersangka lainnya yang dituntut secara terpisah.
Total anggaran santunan kematian dalam DPPA SKPD Dinkesosnakertrans tahun 2015 sebesar Rp 3.762.357.500 atau Rp1,5 juta per warga yang meninggal.
[pilihan-redaksi2]
"Dari santunan yang telah direalisasikan sebanyak 2.387 penerima senilai Rp 3,580 miliar,"baca JPU dalam sidang.
Tindak pidana yang didakwakan tersebut dilakukan dengan merekayasa dokumen pendukung pencairan seperti akta kematian, kartu keluarga, serta KTP warga yang meninggal atau ahli warisnya.
Modus ini dilakukan pada 242 dokumen dengan nilai Rp 363 juta dengan rincian ahli waris satu warga yang meninggal berhak mendapatkan santunan sebesar Rp 1,5 juta.
Selain itu, terdakwa juga menduplikasi 59 dokumen pencairan atas nama warga yang meninggal dan sudah pernah dicairkan. Dengan modus seperti ini realisasinya mencapai Rp 88,5 juta.
"Hasil audit perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP Perwakilan Bali ditemukan kerugian negara Rp 451.500.000," beber JPU. [bbn/maw/psk]
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/maw