search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Penderita AIDS di Jembrana Meningkat Capai 972 Orang, Diskes Ajak Masyarakat Waspadai
Kamis, 17 Januari 2019, 17:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Dinas Kesehatan Pemkab Jembrana terus mengajak masyarakat mewaspadai bahaya penularan HIV AIDS di wilayahnya mengingat karena penyakit ini tidak mengenal strata ataupun profesi, semua bisa kena, tergantung bagaimana kesadaran serta pola hidup masing-masing.  

Hal ini disampaikan Kadiskes Jembrana dr Putu Suasta , seijin Bupati Jembrana saat memaparkan langkah-langkah yang diambil dinasnya dalam menanggulangi penyebaran HIV AIDS, kamis ( 17/1).
 
Dari Data yang dihimpun dinas , kurun 2005 – 2018 jumlah penderita HIV AIDS di Jembrana sudah mencapai 972 orang . Hal itu yang baru terpantau karena tren tiga tahun terakhir terus meningkat. Tahun 2016 tercatat penambahan temuan positif baru sebanyak 106 orang, tahun 2017, 107 orang dan tahun 2018 jumlah itu bertambah lagi sebanyak 104 orang.
 
“HIV AIDS  tidak nemandang orientasi sexual, apakah heterosex, transgender stau homoseksual. Juga tidak memandang profesi atau pekerjaan, seseorang, jabatan, kedudukan sosial, kecacatan dll. Namun  yang berhubungan erat dengan penularan adalah soal perilaku seksnya sehat atau tidak,” paparnya. 
 
Lebih lanjut dijelaskan, perilaku tidak sehat contohnya bergonta ganti pasangan, sex tanpa kondom (bila gonta ganti pasangan). Cara lainnya yang bukan tergolong perilaku seksual, bisa melalui transfusi darah, air susu ibu dan bayi yang tertular saat melahirkan.
 
”Oleh karena itu walaupun orang itu cacat, miskin, hidup dalam kesusahan, yang menurut kita mustahil kena HIV tapi faktanya prilaku seks nya tidak sehat, tetap bisa kena,”kata Suasta. Pemkab Jembrana sendiri melalui Dinas Kesehatan tidak tinggal diam. Berbagai program serta langkah preventif telah dijalankan.
 
Langkah-langkah preventif itu diantaranya menggencarkan komunikasi informasi dan edukasi (KIE), memperkuat KSPAN dan kelompok sebaya di sekolah-sekolah, memperkuat kader desa peduli AIDS serta memperluas jejaring klinik VCT di semua puskesmas dan rumah sakit termasuk lapas Negara. 
 
Termasuk dukungan pengobatan , serta sarana prasarana serta melalui kebijakan test screening pada ibu hamil untuk mencegah penularan ke bayi dan deteksi lebih awal. Hasilnya cukup terasa disertai meningkatnya kesadaran warga untuk memeriksakan diri.
 
Selain itu Pemkab juga menginisiasi kelompok-kelompok beresiko untuk aktif memeriksakan diri. Seperti waria, pekerja lokalisasi . Tahun 2018 jumlah warga yang memeriksakan diri sebanyak 4838 sedangkan 2019 kesadaran itu meningkat menjadi 5551 orang.
 
Dijelaskan, walaupun upaya Pemkab sudah maksimal  memberi penyuluhan dan pelayanan terhadap ODHA, tapi karena menyangkut kebutuhan dasar (biologis) hal itu menjadi kendala . Selain itu  lamanya masa inkubasi virus hiv menjadi aids yaitu sekitar 5 - 10 tahun, menjadi hambatan  tersendiri bagi petugas saat melakukan sosialisasi. 
 
 
“Kesannya apatis, masyrakat jadi tidak percaya dengan  penjelasan petugas, karena akibatnya tidak seketika dalam beberapa hari . Beda dengan penyakit lain yang dampaknya langsung berasa. Jadi  saat sudah terkena, baru sadar dan itu sudah sangat terlambat karena virus sudah menyebar. Itu menjadi tantangan sekaligus kewaspadaan  kita bersama,” pungkas dr Suasta.

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami