search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Warga Asing Berulang Kali Nekat Mendaki Gunung Agung, Perlukah Diberikan Sanksi?
Selasa, 2 April 2019, 15:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Entah sudah berapa kali kejadian warga asing nekat mendaki di Gunung Agung di tengah status yang saat ini masih di level III siaga. Terlepas banyaknya jalur pendakian di beberapa titik sehingga membuat kecolongan pihak pemantau Gunung Agung atau kurangnya sosialisasi, perlukah dibuat aturan agar warga asing yang nekat mendaki diberi sanksi?
 
[pilihan-redaksi]
Dalam kurun waktu 3 bulan terakhir, tercatat 3 kejadian warga asing yang mendaki Gunung Agung dan sebagian besar ditemukan tersesat oleh pos pemantau Gunung Agung Pasebaya. 
 
Pertama, empat warga negara asing (WNA) bernama Alvis (27) asal Prancis, Sergey (30) asal Ukraina, Jhon (32) asal Ukraina, dan Aleksandr (28) asal Rusia dilaporkan nekat mendaki Gunung Agung pada 25 Januari 2019 lalu. Sempat dikabarkan hilang, Aleksandr ditemukan dengan usaha keras para relawan dengan kondisi terluka.
 
 
Kedua, dalam sebuah video berdurasi 48 detik yang beredar di medsos memperlihatkan aksi nekat tiga orang warga negara asing yang diduga tengah melakukan pendakian Gunung Agung pada 22 Februari 2019 lalu. 
 
Namun ketika nyaris sampai di puncak Gunung, tiba tiba terjadi erupsi, asap kelabu nampak membubung tinggi dari puncak kawah Gunung. Menyaksikan pemandangan tersebut, bule-bule itu nampak langsung berbalik arah dan tunggang langgang menyelamatkan diri dan menjauh dari puncak Gunung Agung. 
 
Lantas dalam kondisi tersesat dan kelelahan, bule-bule tersebut berteriak minta tolong. Beruntung akhirnya warga lokal merespon dan mencari bantuan untuk memberi pertolongan. Mereka berdalih sebelumnya tidak mengetahui adanya larangan aktivitas mendaki di Gunung Agung karena adanya teman mereka yang sebelumnya menggunggah pendakian di Gunung Agung.
 
Kesal terkait kerapnya aksi bule membandel, Ketua Pasebaya, I Gede Pawana meminta pemerintah lebih jelas dalam memberikan larangan entah itu berkoordinasi dengan Desa Adat agar membuat larangan aktivitas pendakian sesuai rekomendasi PVMBG. Selain itu, pemerintah juga didesak memfasilitasi untuk membuat tanda larangan sehingga bisa dibaca sehingga tidak ada lagi bule nekat mendaki dengan alasan tidak tahu sebelumnya.
 
 
Dan, terbaru terjadi pada 29 Maret 2019 lalu dimana 2 warga asing bernama Horge, laki-laki 21 tahun asal Norwegia dan Frans, 22 tahun asal Belanda berhasil diselamatkan relawan dengan usaha keras karena melewati tepi jurang yang sangat curam ditambah dengan kondisi sekitar yang gelap.
 
Selain itu, upaya penyelamatan ini bisa dikatakan cukup berisiko mengingat pada Kamis (28/3) petang Gunung Agung kembali erupsi dengan suara dentuman keras hingga terdengar di radius 12 kilometer lebih.
 
Ketiga temuan di atas merupakan kejadian yang terperiode dalam 3 bulan terakhir. Tahun lalu juga ditemukan berulang-ulang dari kasus yang sama. Lantas sumber persoalan sebenarnya kurangnya sosialisasi larangan aktivitas mendaki terkait status yang ditetapkan PVMBG Gunung Agung yang masih di Level III Siaga atau bandelnya warga asing yang sengaja mencari sensasi dengan mencari pengalaman yang berbahaya untuk memacu adrenalin?
 
Mengingat kawasan Gunung Agung bagi umat Hindu Bali dinilai sakral, pantaskah jika warga asing tanpa ditemani pemandu lokal yang belum tentu mengenal dan paham tentang budaya Bali bisa seenaknya menerobos jalur untuk menuju puncak Gunung Agung.    
 
[pilihan-redaksi2]
Nampaknya usulan tentang pemberian sanksi bagi warga asing yang nekat mendaki perlu dipertimbangkan untuk memberikan efek jera pada warga asing tersebut. Tentunya sanksi ini perlu disebarluaskan sebelumnya dari pihak terkait seperti pihak pariwisata, pemerintah daerah dan duta besar Indonesia di negara luar. 
 
Terkait spesifik bentuk konkret sanksi dapat ditentukan melalui rapat yang dihadiri semua pihak terkait, apakah langsung dalam bentuk pendeportasian atau sanksi pencekalan kunjungan dan sanksi administrasi berupa denda. Sebagai alternatif lainnya, sekaligus untuk memperkenalkan kearifan lokal bisa juga disertai sanksi adat.
 
Pada prinsipnya, dalam memandang konsep gunung sebagai pusat kehidupan umat Hindu di Bali sudah sepatutnya kita harus menjaga dan melestarikannya karena sama halnya dengan menghormati adanya leluhur dan Tuhan. Menjaganya agar tetap lestari adalah bentuk kesinambungan kehidupan. (bbn/rob)
 

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami