Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Tiang Pancang Pulau Bali

Sabtu, 13 September 2025, 09:43 WITA Follow
Beritabali.com

beritabali/ist/Tiang Pancang Pulau Bali.

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Anda mungkin pernah mendengar legenda, mite atau desas-desus mengenai tiang pancang Pulau Bali. Beberapa kalangan menyatakan bahwa Pulau Bali telah "dipagari" dengan benteng energi oleh para orang suci yang datang silih berganti. 

Energi halus ini memancar dari sesuatu (ada yang mengatakan itu adalah sejenis logam atau batu mulia--elemen pemancar energi alam) yang dipasang di seluruh penjuru pulau. Konon, hanya orang yang memiliki tingkat spiritual yang sangat tinggi yang bisa memasangnya--dan mencabutnya.

Di alam semesta ini, selalu ada peperangan antara dharma dan adharma, antara kebajikan dan kejahatan. Orang-orang suci yang datang ke bali sejak ribuan tahun lalu memagari pulau ini dengan tapa, brata, yadnya, yoga, dan segala hal suci lainnya. Di sisi lain, ada manusia-manusia rakus yang ingin mencabut semua itu dan menggantinya dengan kejahatan, semata-mata karena mereka ingin berkuasa atas alam ini.

Pertandingan serius ini sedang terjadi di atas sana, di luar pengelihatan kita yang biasa--yang hanya tahu tentang rumah, kantor, sekolah, kafe dan mall.

Seperti sebuah baterai, tiang pancang ini bisa melemah. Orang-orang suci yang datang silih berganti ke Bali telah berkontribusi untuk mengecas (recharge) energi kosmik tiang pancang itu untuk melindungi pulau ini. Karena kekuatan kesucian mereka yang tinggi, mereka dapat menghadirkan Tuhan dan menyucikan suatu tempat. 

Meskipun orang-orang suci itu datang dari masa ke masa, adalah tugas kita sebagai penduduk pulau ini untuk turut menjaga energi kosmik ini. Selama berabad-abad, orang Bali disibukkan dengan korban suci (yadnya), pertapaan, tirakat, yoga, meditasi dan japamantra. Semua itu adalah kegiatan rohani untuk menjaga enegi kosmik ini tetap kuat. Kapan pun orang melupakan kegiatan-kegiatan suci itu, saat itulah energi kosmik tersebut melemah.

Belakangan, mata orang Bali sedang dihipnotis oleh gemerlap dunia. Segala sesuatu dikomersilkan. Tidak ada lagi batasan antara suci dan cemer (terkontaminasi). Tidak ada lagi hulu dan teben (atas-bawah). Bahkan, ketika membuat canang saja, semua bahannya serba membeli, bahkan ada bunga dan kembang rampai palsu! Ketika mempersembahkan sesuatu ke tempat suci, orang harus lihat standar tetangga dulu. Ketika melakukan upacara keagamaan, orang-orang kini lebih mementingkan kemewahan daripada kesucian. Lihat saja, ketika orang menikah, sembahyangnya sebentar sekali, tetapi mabuk-mabukan dan karaokenya sampai dua hari dua malam. 

Di bale banjar, tidak ada lagi suara trisandhya tiga kali sehari. Menjelang Nyepi, bukan alunan musik rohani yang terdengar, tetapi musik metal yang menemani anak-anak muda begadang dengan rokok, tuak, bir dan ogoh-ogoh. 

Sayangnya, hampir tidak ada pemuka agama yang berani berbicara lantang pada ciri-ciri kemerosotan ini. Jika ada pemuka agama yang bersuara tentang kebenaran, dia dicap sesat. Ashram-ashramnya yang dipakai untuk berlatih kesucian dan ilmu pengetahuan rohani malah ditutup paksa dan difitnah bahkan oleh pucuk pimpinan pemerintahnya sendiri. 

Di sisi lain, hotel dan vila dibangun di mana-mana--memberikan kesempatan besar kepada orang-orang untuk berbuat maksiat bahkan di samping tempat suci. Inilah sebagian kecil dari dosa besar yang tengah melanda pulau dewata ini.

Anak-anak muda tidak dilatih ilmu pengetahuan rohani oleh orang tua mereka yang sibuk 24 jam menghitung uang dan mengkhayal. Akibatnya, anak-anak muda Bali sekarang semakin kehilangan karakter dan etika. Makanan orang Bali pun berubah: dahulu, orang Bali (Hindu) memakan lungsuran dari pura dan mrajan. Makanan hasil persembahan kepada Tuhan adalah makanan suci. Jadi, orang Bali dahulu terbiasa makan makanan suci. Sekarang, apa pun yang kelihatan enak langsung masuk mulut bahkan tanpa berdoa!

Saya ingat waktu kecil, ayah dan ibu selalu mengajarkan agar makanan dipersembahkan dulu kepada Tuhan, dewa-dewa dan leluhur sebelum dimakan. Barulah makanan itu akan menyucikan pikiran. Bahkan, saya dahulu dilarang minta makan sembarangan dari siapa pun. Anak-anak bali zaman sekarang sangat sedikit yang paham hal ini. Apa yang mereka makan? Sosis sampah, seblak yang tidak jelas bagaimana pembuatannya, makanan-makanan ultra-procsssing, dan segala jenis pangan yang pengolahannya tidak sehat. 

Semua perubahan kebiasaan orang Bali yang saya sebutkan itu menyebabkan berkurangnya energi kosmik yang melindungi pulau ini. 

Itulah kesempatan yang diambil oleh mereka yang ingin Bali ini hancur. Dengan lemahnya energi Bali, maka tiang pancang pulau yang berabad-abad dijaga oleh para orang suci pun dengan mudahnya dicabut. 

Apa yang akan terjadi jika satu-dua paku yang menambal perahu Anda dicabut? Ya, perahu Anda pelan-pelan akan kemasukan air dan mulai tenggelam. Hal yang sama sedang terjadi di Bali. Sekarang. Ini serius.

Lalu, apakah orang-orang suci yang datang dari masa ke masa itu masih ada saat ini? Tentu saja. Orang-orang suci ini sesungguhnya ada dalam garis sabda yang sama. Inilah yang dimaksud sebagai Sabda palon Naya Genggong--garis sabda rohani yang tidak pernah putus. Walaupun satu dengan lainnya berjarak ratusan tahun (seperti Mpu Bharadah dan Mpu Nirartha), mereka dihubungkan oleh garis rohani yang sama, yang disebut sebagai Parampara (garis perguruan rohani). Mereka memiliki visi dan misi yang sama, bahkan sampai masa depan pun. Hingga kini, orang suci yang benar-benar berada dalam Parampara ini pasti tahu betul apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara membimbing masyarakat menuju kesucian sejati. 

Simpulannya, energi kosmik yang melindungi Bali ini kian rapuh. Sayangnya, orang Bali sangat sedikit yang menyadari hal ini. Saya khawatir akan terlambat nanti ketika mereka menyadarinya. Kerapuhan ini terjadi karena orang Bali telah lupa pada kesuciannya dan tujuan sejati kehidupannya, tetapi makin rakus mencari kenikmatan jasmani dan bergelimang dalam lautan materialisme.

Penulis 

S Sasmita

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami