Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Refleksi World Tsunami Awareness Day di Pulau Bali: Antara Keindahan dan Kesiapsiagaan

Senin, 3 November 2025, 12:51 WITA Follow
Beritabali.com

beritabali/ist/Refleksi World Tsunami Awareness Day di Pulau Bali: Antara Keindahan dan Kesiapsiagaan.

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

World Tsunami Awareness Day diperingati oleh masyarakat dunia setiap tanggal 5 November sejak tahun 2015. World Tsunami Awareness Day dapat dimaknai sebagai momentum penting untuk meneguhkan kesadaran global terhadap bahaya tsunami serta memperkuat komitmen terhadap upaya mitigasi bencana yang berkelanjutan. 

Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di salah satu kawasan seismik paling aktif di dunia, tentunya peringatan ini sudah seharusnya memiliki makna yang mendalam. Salah satu wilayah yang patut mendapat perhatian khusus di Indonesia adalah Pulau Bali, yang meskipun dikenal sebagai ikon pariwisata dunia, juga menyimpan potensi ancaman tsunami yang nyata.

Potensi Bahaya Tsunami di Pulau Bali

Secara geotektonik, Pulau Bali terletak di bagian tengah busur Sunda–Banda yang merupakan zona subduksi aktif di mana Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Aktivitas subduksi ini menjadi sumber utama gempabumi besar yang dapat memicu tsunami di sepanjang pesisir selatan Jawa dan Bali. 

Beberapa kajian ilmiah menunjukkan bahwa jika terjadi gempabumi berskala besar di segmen selatan Bali, potensi dampaknya terhadap kawasan pesisir seperti Kuta, Nusa Dua, Sanur, hingga Jembrana dapat sangat signifikan, baik dari sisi keselamatan manusia maupun kerugian ekonomi dan sosial.

Lebih jauh, di utara Pulau Bali juga terdapat zona sumber gempabumi yaitu Flores Back Arc Thrust. Aktivitas seismik di zona ini juga berpotensi menimbulkan tsunami di pantai utara, seperti di kawasan Buleleng dan sekitarnya.

Potensi ancaman ini menegaskan bahwa di balik citra keindahan dan ketenangan alamnya, Bali tetap memiliki risiko bencana yang tinggi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam menekan jumlah korban jiwa apabila bencana tsunami terjadi.

Kesadaran Masyarakat sebagai Pilar Utama Mitigasi

Pengalaman dari berbagai bencana di Indonesia, seperti tsunami Banyuwangi (1994), tsunami Aceh (2004) hingga Palu (2018), menunjukkan bahwa pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat merupakan faktor paling menentukan dalam upaya penyelamatan diri. 

Di Provinsi Bali, pemerintah bersama lembaga teknis seperti BMKG, BNPB, dan BPBD Provinsi Bali telah berupaya membangun sistem mitigasi melalui penyusunan peta bahaya tsunami, pemasangan sirine peringatan dini, hingga pembangunan tempat evakuasi vertikal di kawasan rawan bencana tsunami. Namun, upaya tersebut akan menjadi kurang efektif apabila masyarakat tidak memahami, mempercayai, dan menindaklanjuti informasi peringatan secara tepat.

Realitanya, masih terdapat sebagian masyarakat dan pelaku usaha di kawasan pesisir yang belum familiar dengan jalur evakuasi, langkah-langkah mitigasi gempabumi dan tsunami, atau lokasi titik kumpul yang aman. Hal ini memperlihatkan bahwa mitigasi struktural (infrastruktur, teknologi) harus diimbangi dengan mitigasi non-struktural (pendidikan, pelatihan, dan budaya sadar bencana).

Inisiatif “Tsunami Ready Community” sebagai Contoh Praktik Baik

Salah satu inisiatif penting yang menunjukkan kemajuan mitigasi di tingkat komunitas adalah program “Tsunami Ready Community”, yang dikembangkan oleh Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC)–UNESCO. Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa komunitas pesisir memiliki sistem kesiapsiagaan yang terukur dan teruji, mencakup 12 indikator utama seperti pemetaan risiko, sistem peringatan dini, jalur evakuasi, serta rencana tanggap darurat berbasis masyarakat.

Bali menjadi salah satu provinsi pionir di Indonesia yang berhasil menerapkan konsep ini dengan keberhasilan Kelurahan Tanjung Benoa di Kabupaten Badung yang dikukuhkan sebagai Tsunami Ready Community pertama di Indonesia oleh IOC-UNESCO, dan disusul oleh Desa Pengastulan di Kabupaten Buleleng. 

Pengakuan tersebut menegaskan bahwa kedua desa tersebut telah memenuhi seluruh indikator kesiapsiagaan tsunami, termasuk di dalamnya keterlibatan aktif masyarakat, koordinasi lintas lembaga, serta keberadaan rencana kontinjensi yang terintegrasi dengan sistem peringatan dini nasional.

Kedua desa ini menjadi contoh praktik baik bagi wilayah pesisir lainnya di Bali maupun Indonesia secara umum. Program Tsunami Ready membuktikan bahwa dengan pelibatan masyarakat, pendekatan ilmiah, dan dukungan pemerintah daerah, kesiapsiagaan terhadap tsunami dapat dibangun secara efektif dan berkelanjutan.

Langkah Strategis untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan di Bali

Peringatan World Tsunami Awareness Day hendaknya tidak sekadar diperingati secara seremonial, melainkan dijadikan momentum strategis untuk memperkuat budaya sadar bencana di seluruh lapisan masyarakat. Beberapa langkah yang dapat terus diperkuat di Bali antara lain:

- Integrasi pendidikan kebencanaan dalam kurikulum formal dan non-formal, agar generasi muda memahami risiko bencana sejak dini.
- Peningkatan kapasitas desa dan komunitas pesisir melalui pelatihan serta simulasi evakuasi rutin.
- Penguatan sistem peringatan dini berbasis komunitas agar pesan peringatan dapat diteruskan dan direspons secara cepat di tingkat lokal.
- Penyediaan dan perawatan jalur, rambu, serta tempat evakuasi yang aman dan mudah dijangkau, terutama di kawasan wisata.
- Pelibatan sektor pariwisata dalam sistem mitigasi bencana, termasuk penyusunan rencana evakuasi di hotel, restoran, dan tempat wisata.

Menuju Budaya Sadar Bencana di Pulau Bali

Membangun kesadaran masyarakat terhadap bencana tsunami merupakan proses panjang yang memerlukan konsistensi, koordinasi, dan komitmen lintas sektor. Pulau Bali memiliki peluang besar untuk menjadi role model wilayah yang tangguh terhadap ancaman bencana di Indonesia, dengan mencontoh keberhasilan Tanjung Benoa dan Pengastulan sebagai Tsunami Ready Community.

Dalam konteks sosial budaya, Bali yang menjunjung tinggi nilai Tri Hita Karana membuat upaya mitigasi bencana sejatinya merupakan bagian dari menjaga keharmonisan hidup. Kesadaran terhadap risiko bencana bukan sekadar aspek teknis, melainkan manifestasi dari tanggung jawab moral dan spiritual untuk melindungi kehidupan.

Melalui peningkatan kesadaran, pendidikan, serta partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, Pulau Bali dapat menjadi pulau yang tidak hanya indah, tetapi juga tangguh dan siap menghadapi ancaman alam di masa depan.

Penulis

Yogha Mahardikha Kuncoro Putra S.Tr., M.DM. 
PMG Muda BBMKG Wilayah III

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami