search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (1): Siswa SMP Sudah Ikut Berpolitik di GSNI atau IPPI
Senin, 10 September 2018, 10:30 WITA Follow
image

Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (1): Siswa SMP Sudah Ikut Berpolitik di GSNI atau IPPI

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Gerakan 30 September 1965 atau dikenal dengan G30S PKI merupakan satu noda kelam perjalanan sejarah Indonesia. Trauma ideologi komunis sangat terasa akibat peristiwa itu. Jejak sejarah kelam Bangsa Indonesia ini juga dapat dilihat di Pulau Bali.

Salah satu kesaksian sejarah kelam peristiwa G30S PKI ini, antara lain ditulis mantan jurnalis Putu Setia dalam Buku "Wartawan Jadi Pendeta, Otobiografi Putu Setia". Setelah menjadi pendeta Hindu, Nama Putu Setia berganti menjadi Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda dan akrab disapa Mpu jaya Prema.

Dalam salah satu Bab buku ini, Putu Setia mengulas secara detail tentang sejarah kelam peristiwa G30S PKI, khususnya  di wilayah tempat tinggalnya waktu itu, yakni di wilayah Kabupaten Tabanan.

Tahun 1964, Putu baru duduk di bangku kelas satu SMP di Bajera Tabanan. Di sekolahnya waktu itu Putu Setia termasuk murid yang cerdas, terutama di mata pelajaran ilmu ukur dan aljabar.

Sekitar bulan Oktober ada perubahan di sekolahnya. Datang seorang guru pindahan dari Flores yang waktu itu disebut "guru bantuan". Dia orang Bali dari Desa Dukuh Palu. Siswa sekolah memanggilnya Pak Dedeh.

Pak Dedeh mendapat tugas meningkatkan status SMP Gotong Royong Bajera menjadi sekolah negeri. Di awal Desember 1964, status SMP Gotong Royong Bajera menjadi SMP Negeri dan Pak Dedeh menjadi Kepala Sekolah. Kepala sekolah sebelumnya, Wiranata, yang merupakan Ketua PNI Koordinator Kecamatan juga berhenti. Beberapa guru juga berhenti karena ada guru negeri yang datang.

Kepala Sekolah yang lama sesekali datang mengumpulkan murid murid saat jam istirahat. Dia banyak memberi wejangan  tentang situasi politik negara saat itu. Yang banyak diberikan adalah soal Nasakom (Nasional Agama Komunis).

Saat itu, ada dua guru swasta dari unsur komunis (PKI) yang masih dipertahankan di sekolah tersebut. Kedua guru PKI itu berasal dari Antosari, satu kilometer dari Bajera. 

Pak Wiranata juga meminta siswa-siswa terjun ke politik menjadi anggota organisasi underbow partai baik itu GSNI (Gerakan Siswa Nasional Indonesia) yang berafiliasi ke PNI, atau gabung ke IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) yang berafiliasi ke PKI. Waktu itu Putu Setia memilih GSNI karena warga Pasek di kampungnya semuanya PNI.

Putu Setia akhirnya aktif di GSNI. Ia ikut berbagai kegiatan GSNI di wilayah Tabanan. Di SMPN Bajera, Putu Setia menjadi pengurus GSNI bersama rekannya Wiastra. Putu juga sering dilibatkan dalam berbagai kegiatan di PNI mulai ceramah-ceramah, latihan silat dan vokal grup.

Situsi politik saat itu sangat meriah dengan ceramah dan pentas kesenian berlabel partai. Putu sering ke kantor PNI Koordinator Kecamatan yang letaknya dekat SMP tempat ia sekolah. Di sana Putu membaca buku-buku politik.

Di luar sekolah, Putu juga aktif mengikuti ceramah bersama masyarakat Brembeng. Waktu itu tiada hari tanpa ceramah. Jago-jago pidato dari PNI waktu itu adalah Wedastra Suyasa, Ketua PNI Bali, Sutamba, Weda, dan lainnya. Sementara dari PKI yang diandalkan adalah Anak Agung Denia, Ketua PKI Propinsi Bali yang tinggal di Negara. 

Dalam acara acara ceramah, Putu Setia muda suka mendengarkan pidato, kesenian janger dan vokal grup. Syair janger PKI waktu itu: "sret...sret...sret...tok...tok...tok...tokkk. Sama rata sama rasa". Ketika berteriak sret..mereka memperagakan menyabit rumput, ketika berteriak "tok.." mereka memperagakan memukul palu, seperti lambang PKi yakni palu dan arit.

Sedangkan janger PNI pasti ada: "egol...egol..egol...marhaen menang, Pancasila Jaya". Saat berteriak egol egol mereka memperagakan sapi yang menyeruduk lawannya. Sapi segi tiga adalah lambang PNI. 

Perang Pidato, perang janger, perang vokal grup yang awalnya hanya ada di panggung-panggung kampanye, berubah menjadi "perang" benaran di arena kampanye hingga di luar kampanye. Sering terjadi perkelahian di area terbuka karena ada kelompok yang mengacau.

Akhirnya setiap partai mempunyai semacam pasukan khusus dengan nama berbeda-beda. Di Kecamatan Bajera satuan khusus pengamanan PNI dipegang oleh Gastam. Di wilayah Pupuan, satuan pengamanan partai PNI dipegang Banteng Marhaenis (BM) yang juga merupakan perkumpulan silat.

Sementara di lingkungan PKI, pengamanan Partai langsung dipegang Pemuda Rakyat (PR) dengan menggunakan pakaian khusus. (Tim Beritabali.com/bersambung)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami